Rabu, 10 September 2014

MAKALAH PENDIDIKAN HINDU BUDHA



BAB I
PENDAHULUAN
  A. Latar Belakang
Secara umum pendidikan adalah uapaya menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap insan. Potensi itu diantara lain berupa kemampuan berbahasa, berfikir, mengingat menciptakan dan sebagainya. Pendidikan juga dianggap sebagai suatu proses pewarisan pola fikir dan tata cara hidup atau nilai-nilai dari suatu generasi ke generasi berikutnya agar identitas dan keberadaan masyarakat tersebut terpelihara sepanjang masa (Thowaf, 1997:3).
Hal yang senada juga dijelaskan oleh Langgulung (1988:3) bahwa pendidikan sebenarnya dapat ditinjau dari dua segi. Pertama dari sudut pandang masyarakat, dan kedua dari segi pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewaris kebudayaan dari segi tua kepada generasi muda, agar hidup masyarakat tetap berlajutan. Dilihat dari kacamata individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpandang dan tersembunyi. Manusia mempunyai berbagai bakat dan kemampuan yang kalau pandai kita mempergunakannya kita bisa berubah menjadi emas dan tinta. Kemampuan intelektual beraneka ragam, kemampuan bahasa, menghitung, mengingat, berfikir, daya cipta dan lain-lain.
Sebelum penjajahan Belanda, bumi nusantara telah dikenal di dunia sebagai pusat pendidikan, pengajaran, dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada masa kerajaan Hindu Budha yang dalam perkembangan selanjutnya pendidikan dipengarui oleh ajaran Islam. Pendidikan merupakan usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi didinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Perjalanan perkembangan pendidikan sangat panjang dari mulai sebelum kemerdekaan dapat ditelusuri sejak zaman Hindu Budha pada abad ke-V. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu Budha, pendidikan dipengaruhi oleh ajaran kedua agama tersebut sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat pada saat itu. Begitu halnya dengan pada masa kerajaan Islam model pendidikan yang diterapkan pada masa inipun juga berubah sesuai dengan konsep pendidikan Islam akan tetapi dalam prakteknya menggunakan pendekatan kebedayaan lama akan tetapi di baluk dengan nuansa ajaran agama islam. Pendidikan dari zaman ke zaman senantiasa sudah memperlihatkan terjadinya pergeseran pandangan masyarakat terhadap pendidikan pada zamannya masing-masing.
Karena fenomena itulah maka perlu adanya pengkajian lebih lanjut yang bertujuan untuk membahas apa dan bagaiman keadaan pendidikan di Indonesia khususnya pada masa Hindu Budha dan pada masa kedatangan Islam. Agar lebih memahami tentang keadaan pendidikan di Indonesia khususnya pada masa Hindu Budha dan pada masa kedatangan Islam, maka pemberian judul makalah ini adalah “------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ”.


  B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, terdapat  beberapa rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan. Adapun rumusan masalah yang telah  ditetapkan adalah :
1.      Bagaimana Perkembangan Pendidikan pada Zaman Hindu dan Budha?
2.      Bagaimana Pendidikan Pada Masa Islam?

  C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin di capai dari penulisan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan masalah diatas, yakni:
1.      Mendiskripsikan Perkembangan Pendidikan pada Zaman Hindu dan Budha.
2.      Mendiskripsikan Pendidikan Pada Masa Islam.






BAB II
PEMBAHASAN
A.     Perkembangan Pendidikan pada Zaman Hindu dan Budha  
Menurut teori Van Leur, yang oleh banyak ahli dapat diterima, ditegaskan bahwa pada abad-abad permulaan terjadilah hubungan perdagangan antara orang-orang Hindu dengan orang-orang Indonesia. Faktor-faktor yang memungkinkan berkembangnya Peradaban Hindu Budha diantaranya sebagai berikut :
1.      Faktor Politik
Terjadi peperangan antara kerajaan India bagian Utara dengan kerajaan India bagian Selatan. Bangsa Aria dari Utara mendesak kerajaan dan penduduk Selatan, sehingga penduduk di Selatan lari mencari tempat-tempat baru, dan ada sampai ke Indonesia. Oleh karena itu peradaban yang masuk ke Indonesia Nusantara dipengaruhi oleh bangsa India dari bagian Selatan.
2.      Faktor Ekonomis atau Geografis
Indonesia terletak antara India dan dataran Tiongkok, dimana pada waktu itu telah terjadi perdagangan antar India dan Tiongkok melalui jalur laut. Akibatnya banyak orang India dan Tiongkok bergaul dengan bangsa Indonesia, dari mulai perdagangan atau perniagaan sampai terjadi koloni yang berdatangan dari India dan Tiongkok.
3.      Faktor Kultural
Tingkat peradaban bangsa India lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk asli di Nusantara. Mereka sudah mengenal sistem pemerintahan yang teratur dalam bentuk kerajaan, mereka juga telah mengenal tulisan dan karya sastra yang tinggi. Fakta sejarah membuktikan dengan ditemukannya prasasti batu bertulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang menjelaskan tentang adanya kerajaan tertua. Di Kalimantan yaitu di Kutai abad ke-5 Masehi dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat (Djojonegoro, 1996:38).

Perkembangan pendidikan pada zaman ini, sudah mulai menampakkan suatu gerakan pendidikan dengan misi penyebaran ajaran agama dan cara hidup yang lebih universal (keseluruhan) dibandingkan dengan pendidikan sebelumnya. Pendidikan masa Hindu-Budha di Indonesia dimulai sejak pengaruh Hindu-Budha datang ke Indonesia. Perkembangan agama Hindu Budha di Indonesia membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sebenarnya masyarakat indonesia telah memiliki kemampuan dasar yang patut dibanggakan sebelum masuknya Hindu dan Budha. Setelah Hindu dan Budha berkembang di Indonesia kemampuan masyarakat Indonesia makin berkembang karena berakulturasi dan berinteraksi dengan tradisi Hindu dan Budha.
Di daerah Kalimantan (Kutai) dan Jawa Barat (Tarumanegara) ditemukan prasasti adanya kebudayaan dan peradaban Hindu tertua pada abad ke-5. Para cendekiawan, ulama-biarawan, musafir dan peziarah Budha dalam perjalanannya ke India, singgah di Indonesia untuk mengadakan studi pendahuluan dan persiapan lainnya.  Negara India merupakan tanah suci dan merupakan sumber inspirasi spiritual, ilmu pengetahuan dan kesenian bagi pemeluk agama Budha. Agama Hindu di India terbagi dua golongan besar yaitu Brahmanisme dan Syiwaisme. Hinduisme yang datang ke Indonesia adalah Syiwaisme, yang pertama kali dibawa oleh seorang Brahmana yang bernama Agastya. Syiwaisme berpandangan bahwa :
·         Syiwa adalah dewa yang paling berkuasa.
·         Syiwa adalah penncipta dan perusak alam, segala sesuatu bersumber pada Syiwa dan kembali kepada Syiwa.
·         Manusia hidup dalam rangkaian reinkarnasi dan merupakan suatu samsara (penderitaan), yang ditentukan oleh perbuatan manusia sebelumnya, jadi berlaku hukum “karma”.
·         Tujuan hidup manusia ialah mencapai “moksa”, suatu keadaan dimana manusia terlepas dari samsara, manusia hidup dalam keabadian yang menyatu dengan Syiwa (Djojonegoro, 1996:86).

Agama Budha merupakan agama yang disebarkan oleh Sidharta Gautama di India yang kemudian terpecah menjadi dua aliran yaitu Mahayana dan Hinayana. Yang berkembang di Indonesia ialah bangsa Hinayana. Agama ini berkembang pada masa kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan pada zaman Wangsa Syailendra di Pulau Jawa.
Menurut ajaran agama Budha manusia hidup dalam penderitaan karena nafsu duniawi. Manusia dalam hidup ini berusaha untuk mengusir penderitaan, mencari kebahagiaan yang abadi yaitu untuk mencapai nirwana. Adapaun langkah-langkah untuk mencapai nirwana, manusia harus berperilaku benar diantaranya sebagai berikut :
§  Berpandanagan yang benar.
§  Mengambil keputusan yang benar.
§  Berkata yang benar.
§  Berkehidupan yang benar.
§  Berdayaupaya yang benar.
§  Melakukan meditasi yang benar.
§  Konsentrasi kepada hak-hak yang benar.
Meskipun Hinduisme dan Budhisme merupakan agama yang berbeda, namun di Indonesia tampak terdapat kecenderungan sinkretisme yaitu keyakinan untuk mempersatukan figur Syiwa dan Budha sebagai satu sumber dari Yang Maha Tinggi. Seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tapi satu jua adalah perwujudan dari keyakinan tersebut. dalam hal ini, Budha dan Syiwa adalah dewa yang dapat diperbedakan (bhinna) tetapi dewa itu (ika) hanya satu (tungal). Kalimat yang tadi adalah salah satu bait dari syair Sutasoma karya Empu Tantular pada zaman Majapahit. Sehingga kebudayaan Hindu telah membaur dengan unsur-unsur Indonesia asli dan memberikan ciri serta coraknya yang khas, sampai jatuhnya kerajaan Hindu terakhir di Indonesia yaitu Majapahit akan masih berkembang  dalam hal pendidikan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang sastra, bahasa, ilmu pemerintahan, tata Negara dan hukum. Kerajaan-kerajaan seperti Kalingga, Mataram, Kediri, Singasari, dan Majapahit akan melahirkan para Empu, Pujangga yang menghasilkan karya-karya seni yang bermutu tinggi. Selain karya seni pahat dan seni bangunan dalam arsitekstur yang bernilai tinggi juga ditemukan beberapa karya ilmiah dalam bidang filsafat, sastra dan bahasa (Djumhur, 1976:16).

Ü  Pendidikan Hindu Budha
Syiwaisme yang berkembang di Indonesia berbeda dengan India yanga sangat bertentangan dan hidup bermusuhan dengan Budhisme. Di Indonesia Syiwaisme dan Budhisme hidup dan tumbuh berdampingan, walaupun terjadi penumpasan Wangsa Syailendra yang beragama Budha oleh Wangsa Sanjaya yang beragaman Hindu, namun dimasyarakat biasa tidak nampak pertentangan tersebut, bahkan mungkin dapat dikatakan telah terjadi sinkretisme antara Hinduisme, Budhisme dan kepercayaan animism dan dinamisme, suatu keyakinan untuk menyatukan Syiwa, Budha, dan arwah-arwah nenek moyang sebagai suatu sumber dan amaha tinggi. Pendidikan formal ini diselenggarakan oleh kerajaan-kerajaan Indonesia pada saat itu.
Pendidikan pada zaman Hindu masih terbatas kepada golongan minoritas (kasta Brahmana, Ksatria), belum menjangkau golongan mayoritas kasta Waisya dan Sudra apalagi kasta Paria. Namun perlu diketahui bahwa penggolongan kata di Indonesia tidak begitu ketat seperti halnya dengan di India yang menjadi asalnya agama Hindu. Pendidikan zaman ini lebih tepat dikatakan sebagai “perguruan”dimana para murid berguru kepada para cerdik cendekia. Kemudian lembaga pendidikan dikenal dengan nama pesantren, jadi berbeda sekali dengan sekolah yang kita kenal sekarang ini. 
Sistem perguruan yang dikenal dengan pesantren itu berkembang terus sampai pada pengaruh Budha, zaman Islam sampai sekarang (pesantren tradisional). Pada zaman Budha pendidikan berkembang pada kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang sudah terdapat perguruan tinggi Budha. Dimana para murid-muridnya banyak berasal dari Indocina, Jepang dan Tiongkok. Guru yang terkenal pada saat itu ialah Dharmapala. Perguruan-perguruan Budha tersebut mungkin menyebar keseluruh kekuasaan Sriwijaya. Mungkin saja candi-candi Borobudur, Menndut, dana Kalasan merupakan pusat pendidikan agama Budha (Raisyidin, 2007:34).
Kalau kita memperhatikan peninggalan-peninggalan sejarah seperti candi-candi, patung-patung maka sudah pasti para santri atau murid belajar tentang ilmu membangun dan seni pahat. Karena pembuatan candi memerlukan kemampuan teknik dan seni yang tinggi. Dmeikian juga dengan memahat relief-relief candi dibimbing oleh suatu alur cerita yang menceritakan kehidupan sang Budha atau para dewa, bisa juga cerita tentang Ramayana. Karya hasil sastra yang ditulis para pujangga banyak yang bermutu tinggi antara lain : Pararaton, Negara Kertagama, arjuna Wiwaha, dan Brata Yudha. Para pujangga yang terkenal diantaranya sebagai berikut : Mpu Kawa, Mpu Sedah, Mpu Panuluh, Mpu Prapanca.
Dalam perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu seperti Singasari, Majapahit dan kerajaan Budha Sriwijaya, tidak terdapat uraian yang jelas mengenai pendidikan. Namun sudah pasti bahwa pada zaman tersebut sudah berkembang pendidikan dengan lembaga-lembaga yang dengan sengaja dibuat secara formal. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut berbentuk perguruan yang lebih dikenal dnegan sebutan pesantren. Pada saat itu mutu pendidikan cukup memuaskan berbagai pihak yang bersangkutan.
a.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan identik dengan tujuan hidup yaitu manusia hidup untuk mencapai moksa bagi agama Hindu, dan manusia mencapai nirwana bagi agama Budha. Karena itu secara umum tujuan akhir adalah mencapai moksa atau nirwana. Secara khusus mungkin dapat dibedakan sebagai berikut :
1.              Bagi  kaum Brahmana (kasta tertinggi), pendidikan bertujuan untuk menguasai
kitab suci ( Weda untuk Hindu dan Tripitaka untuk Budha) sebagai sumber
kebenaran dan pengetahuan yang universal.
2.              Bagi golongan Ksatria sebagai raja yang berkuasa, pendidikan bertujuan untuk
memiliki pengetahuan teoritis yang berkaitan tentang pengaturan pemerintahan      (kerajaan).
3.              Bagi rakyat biasa, pendidikan bertujuan agar warga masyarakat memiliki
keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, sesuai dengan pekerjaan yang secara
turun temurun. Misalnya keterampilan bercocok tanam, pelayaran, perdagangan,
seni pahat dan sebagainya.
b.      Sifat Pendidikan
Beberapa sifat dan ciri pendidikan yang menonjol pada waktu itu adalah :
1.              Informal, karena pendidikan masih bersatu dengan proses kehidupan.
2.              Berpusat pada religi, karena kehidupan atas dasar kepercayaan dan keagamaan
menguasai segala-galanya.
3.              Penghormatan yang tinggi terhadap guru, karena gurunya adalah kaum Brahmana
(kasta tertinggi dalam masyarakat Hindu) dan tidak memperoleh imbalan gaji.
Mereka menjadi guru semata-mata karena kewajiban sebagai Pandita atau
Brahmana yang didasarkan pada perasaan tulus, mengabdi tanpa pamrih ( tanpa
memikirkan imbalan dunia ).
4.              Aristokratis artinya pendidikan hanya diikuti oleh segolongan masyarakat saja
yaitu golongan Brahmana, pendeta dan golongan Ksatria dan golongan keturunan
raja-raja. Dalam agama kita kenal penggolongan berdasarkan kasta, namun di
Indonesia perbedaan tidak begitu tajam dan menonjol. Yang menonjol adalah
antara golongan raja-raja dan rakyat jelata.
c.       Jenis-jenis Pendidikan
Beberapa jenis pendidikan pada zaman Hindu Budha dapat dibedakan menjadi beberapa golongan diantaranya sebagai berikut :
1.      Pendidikan Intelektual
Kegiatan pendidikan ini dikhususkan untuk menguasai kitab-kitab suci. Veda dipelajari oleh kaum Brahmana, dan kitab Tripitaka dipelajari oleh penganut Budha. Pada waktu itu hanya golongan Brahmanalah yang berhak mempelajari kitab suci Veda. Pendidikan intelektual juga berkaitan dengan penguasaan doa dan mantera, yang berkaitan dengan penguasaan alam semesta, pengabdian kepada Syiwa dan Budha Gautama.
2.      Pendidikan Kesatriaan
Kegiatan pendidikan ini dilakukan untuk mendidik kaum bangsawan keluarga istana kerajaan, untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan mengatur pemerintahan (kerajaan), mengatur Negara, dan belajar untuk berperang.
3.      Pendidikan Keterampilan
Pendidikan keterampilan dan pendidikan kesatriaan merupakan pendidikan kegiatan yang deprogram secara tertib(dalam arti pendidikan bagi kaum Brahmana dan bangsawan (keluarga raja)) sudah berjalan dengan teratur. Sedangkan pendidikan keterampilan yang diajukan bagi masyarakat jelata berlangsung secara informal yang berlangsung dalam keluarga sesuai dengan keterampilan yang dimiliki orang tuanya. Seorang pemahat akan diwariskan keterampilannya kepada anak-anaknya begitu pula dengan para petani, nelayan dan sebagainya.
d.      Lembaga Pendidikan
Pendidikan pada waktu itu masih bersifat informal, belum ada pendidikan formal dalam bentuk sekolah seperti yang kita kenal sekarang ini. Namun dengan demikian ada beberapa tempat yang biasa dijadikan sebagai lembaga pendidikan.
1.      Padepokan atau Pecatrikan
Merupakan tempat berkumpulnya para catrik, yaitu murid-murid yang belajar kepada guru disuatu tempat, sehingga disebut pecatrikan dan dengan nama lain biasa juga disebut padepokan. Dari kata-kata catrik dan pecatrikan itulah muncul kata santri dan pesantren. Jadi lembaga pesantren sudah dikenal keberadaannya sejak zaman Hindu Budha. Dipesantren dan atau padepokan itulah berkumpul para murid, khususnya keturunan Brahmana utnuk mempelajari segala macam pengetahuan yang bersumber dari kitab suci ( Veda dan Upanishad bagi Hindu serta Tripitaka bagi Budha). Dicandi Borobudur terlihat suatu lukisan yang menggambarkan suatu proses pendidikan seperti yang berlaku sekarang ini. Ditengah-tengah pendopo besar seorang Brahmana atau pendeta duduk dilingkari oleh murid-muridnya, semuanya membawa buku, dan mereka belajar membaca dan menulis. Guru tidak menerima gaji namun dijamin oleh murid-muridnya untuk hidup. Yang menjadi dasar pendidikan adalah agama Budha dan Hindu, seperti dapat kita lihat relief-relief yang tertulis dicandi Borobudur ( Budha) dan candi Prambanan (Hindu).
2.      Pura
Merupakan tempat yang berada di istana. Tempat ini diperuntukkan bagi putra-putri raja belajar. Mereka diberi pelajaran yang berkaitan dengan hidup sopan santun sebagai keturunan raja yang berbeda dengan masyarakat biasa. Mereka belajar tentang mengatur Negara, ilmu bela diri baik secara fisik maupun secara batiniah.
3.      Pertapaan
Karena orang yang bertapa dianggap telah memiliki pengetahuan kebatinan yang sangat tinggi. Oleh karenaitu para pertapa menjadi tempat bertanya tentang segala hal terutama berkaitan dengan hal-hal yang gaib.
4.      Keluarga
Pada waktu itu pendidikan keluarga juga ada sampai sekarang juga tapi hanya pendidikan sebagai informal. Dalam keluargalah akan terjadi partisipasi dalam menyelesaikan pekerjaan orang tua yang dilakukan anak-anak dan anggota keluarga lainnya.
e.       Ilmu Pengetahuan dan Karya Sastra
Pada masa kejayaan kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia ini telah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan karya seni yang sangat tinggi. Seperti telah dikemukakan pada kerajaan Sriwijaya sebagai salah satu kerajaan Budha yang terbesar di Indonesia, pada saat iru telah berdiri lembaga pendidikan setaraf “perguruan tinggi”. Perguruan tinggi tersebut dapat menampung berates-ratus mahasiswa biarawan Budha dan adapat belajar dengan tenang, mereka tinggal di asrama-asrama khusus.
Sistem dan metode sesuai yang ada di India, sehingga biarawan Cina dapat belajar di sriwijaya sebelum melanjutkan belajar di India. Di Sriwijaya terkenal mahaguru yang berasal dari India yaitu Dharmapala dan mengajarkan agama Budha Mahayana. Dipulau Jawa pada waktu Mataram diperintah oleh seorang ratu terdapat sekolah agama Budha yang dipimpin oleh orang Jawa yaitu Janadabra.
Pada sekitar abad ke-14 sampai kira-kira abad ke-16 menjelang jatuhnya kerajaan Hindu di Indonesia, kegiatan pendidikan tidak lagi dilakukan secara meluas seperti sebelumnya tetapi dilakukan oleh para guru kepada siswanya yang jumlahnya terbatas dalam suatu padepokan. Pendidikan pada zaman tersebut, mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi pada umumnya dikendalikan oleh para pemuka agama. Namun demikian pendidikan dan pengajaran tidak dilaksanakan secara formal, sehingga seorang siswa yang belum puas akan ilmu yang diperolehnya dapat mencari dan pindah dari guru yang satu ke guru yang lainnya. Kelompok bangsawan, ksatria dan kelompok elit lainnya mengirimkan anak-anaknya kepada guru untuk dididik atau guru diundang untuk datang mengajar anak-anak mereka. (Raisyidin, 2007:45).
B. Pendidikan Pada Masa Islam
a.  Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia
Seperti halnya dengan agama – agama lain, maka agama Islam pun mempunyai suatu sistem ilmu pendidikan. Di samping persamaan itu ada pula suatu perbedaan pokok yakni : agama Islam bukan hanya memperhatikan keakhiratan (jenseitigkeit), tetapi juga hidup di dunia ini (Dieseitigkeit). Agama Islam membentah anggapan orang yang mengatakan, bahwa manusia itu berpembawaan buruk sejak ia lahir. Tetapi  diakuinya, bahwa manusia seringkali timbul hawa nafsu yang tidak sejalan dengan norma – norma keagamaan. Berjuang dengan hebat untuk menaklukan nafsu yang jahat merupakan salah suatu kewajiban utama dari ummat Islam, yang harus terus berlangsung selama hayat dikandung badan (Djumhur & Danasuparta, tanpa tahun :20- 21).
Pendidikan Islam di Indonesia sendiri sebenarnya sangat erat hubungannya dengan kedatangan agama Islam ke nusantara pada mulanya. Menginat bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah serta budaya yang beragam, menjadikan Indonesia sebagai salah satu tempat yang di kunjungi oleh bangsa asing untuk berdagang. Mereka, yakni para pedagang asing tersebut banyak yang telah memeluk Islam  dan membawa serta agamanya untuk diajarkan kepada orang - orang pribumi. Di jelaskan bahwa tidak bukan hanya pedagang – pedagang dari Cina yang singgah ke nusantara, akan tetapi banyak juga pedagang – pedagang muslim lainnya diantara lain adalah pedagang dari Gujarat, Persia, dan dari India. Seperti halnya dijelaskan oleh (Nasution, 1991:11), bahwa sejarah pendidikan Islam pada hakikatnya tidak terlepas dari sejarah Islam. Oleh sebab itu, periodesasi sejarah pendidikan Islam berada  dalam periode – periode sejarah Islam itu sendiri.
Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Dra. Hj. Enung K Rukiati dan Dra. Fenti Himawati dalam bukunya dijelaskan bahwa kedatangan agama Islam ke Indonesia umumnya dihubungkan pelayaran dan perdagangan antara bangsa – bangsa yang mendiami Asia, baik bagian barat, bagian timur maupun bagian tenggara, sudah ada sejak abad pertama masehi. Menurut Rifa’i (2011: 36) bahwa kedatangan islam ini banyak membawa nilai-nilai budaya baru yang disambut dengan hangat oleh kerajaan-kerajaan pesisir. Dengan kata lain, penyebaran agama islam datang ke indonesia melalui pusat-pusat perdagangan didaerah pantai Sumatra Utara dan menyebar luas ke Pulau Jawa seterusnya ke Indonesia bagian timur dilakukan  secara damai.
Dalam perkembangannya, setelah agama islam secara umum telah diterima oleh rakyat nusantara, institusi pendidikan islam mulai dikembangakan pula. Yang pertama dikenal adalah pendidikan Langgar atau Surau, selain sebagai tempat untuk beribadah juga di fungsikan sebagai tempat belajar agama islam. Materi yang biasanya diajarkan di Langgar bertujuan agar murid dapat membaca lebih tepat melagukan menurut tertentu seluruh isi Alquran. Lembaga pendidikan Pesantren dapat dikatakan sebagai institusi islam yang paling tinggi ketika itu. Pada mulanya pesantren dijadikan sebagai tempat penyiaran islam bagi khalayak ramai dan secara kultural serta bertahap mengubah budaya yang berkaitan dengan pegangan agama sebelumnya. Dalam perkembangannya, lembaga pendidikan islam Pesantren tidak hanya sekedar mengajarkan pelajaran agama tetapi juga ikut andil dalam memberikan ajaran-ajaran pola nilai hubungan sosial-politik-ekonomi dan budaya masyarakat (Rifa’i, 2011: 34).
Dua lembaga pendidikan yakni langgar dan pesantren tersebut memegang peranan penting pada penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Karena Islam berprinsip demokrasi, maka pengajarannya merupakan pengajaran rakyat. Tujuannya memberikan pengetahuan tentang agama, bukan untuk memberikan pengetahuan umum.
Menurut penjelasan Djumhur & Danasuprta (tanpa tahun : 112) bahwa pengajara di langgar merupakan pengajaran agama permulaan. Mula-mula murid-murid mempelajari abjad Arab, kemudian mengejah ayat-ayat Al-Qur’an pertama dengan irama suara tertentu. Pelajaran diberikan dengan sistem sekepala. Guru menyebutkan sesuatu dan murid menirunya. Yang dicita-citakan ialah dapat membaca Qur’an sampai tamat.  Sedangkan lama belajar tidak tentu, biasanya berlangsung kurang lebih setahun, akan tetapi terkadang hanya diikuti selama beberapa bulan saja. Biasanya pelajaran diberikan pada pagi hari dan malam hari berlangsung kira-kira dua jam lamanya.
Pemilihan seorang guru biasanya adalah mereka yang sudah memiliki pengetahuan agama yang agak mendalam. Guru pada waktu itu tetap dipandang sebagai seseorang yang sakti, sehingga para murid tidak boleh mengecam guru, sebab mengecam dianggap berdosa. Pada waktu sekolah tidak dipungut biaya bagi pelajaran agama permulaan itu. Apabila seorang murid sudah menamatkan pelajarannya, dalam arti sudah dapat membaca Al-Qur’an sampai tamat, maka diadakanlah selamatan, atau biasa disebut dengan khataman. Sebagai lembaga sosial langgar sangat penting artinya. Masyarakat umumnya dan para anak-anak yng bersekolah khususnya, lambat-laun menyadari bahwa mereka menjadi anggota dari yang disebut dengan umat Islam.
Djumhur & Danasuprta (tanpa tahun : 112-113) menambahkan penjelasan mengenai lembaga mendidikan selanjutnya yaitu pesantren. Pengajaran yang lebih lanjut dan lebih mendalam diberikan di pesantren. Murid – muridnya, dinamakan santri, pada umumnya terdiri dari anak-anak yang lebih tua dan telah memiliki pengetahuan dasar, yang mereka peroleh dari langgar. Para santri, yang biasanya berasal dari berbagai tempat, dikumpulkan dalam satu ruanggan yang disebut pondok (semacam asrama). Berdekatan dengan pondok terdapat masjid dan rumah para guru. Lazimnya guru disebut ajengan atau kyai. Adakalanya guru menerima sumbangan dari murid-muridnya, berupa wang atau bahan makanan. Sumbangan tersebut merupakan kerelaan dari para santrinya.
Santri-santritersebut harus memasak makanan sendiri-sendiri. Untuk itu mereka membawa bekal dari rumahnya masing-masing, misalnya saja berupa beras, uang, dan alat-alat menanak nasi. Lama belajar disinipun tidak menentu, ada yang menempuh pendidikan selama satu tahun dan ada yang menempu pendidikan hingga bertahun- tahun. Rutinitas yang biasa para santri lakukan ialah pelajaran pertama diberikan pada pagi hari, sesudah selesai sembahyang subuh. Setelah itu para santri melakukan kerja-bakti bagi gurunya, umpamanya saja : membersihkan halaman, berkebun, bekerja di sawah, dan sebagainya. Sesudah makan siang semuanya beristirahat, untuk kemudian dimulai lagi dengan pelajaran dan diselingi dengan menghafal. Setelah habis magrib atau setelah isya’ dimulai lagi dengan pelajaran. Kepada murid-murid yang telah dipandang tinggi tingkatan pelajarannya diberikan pelajaran dari berbagai kitab dengan sistem klasikal.
Menurut Djumhur & Danasuprta (tanpa tahun : 112-113) mata pelajaran yang paling penting adalah Usuluddin yakni popok-pokok ajaran kepercayaan,  kemudian Usul Fiqh yakni alat penggali hukum dari Quran dan Hadits, dan tentang Fiqh (cabang dari Usuluddin) juga ilmu Arobiyah (untuk mendalami bahasa agama). Di Sumatera Barat tidak ada pemisah antara langgar dan pesantren. Sekolah-sekolah agama Islam di sana dinamakan surau. Di surau bukan saja orang mempelajari pelajaran agama permulaan, tetapi juga lanjutannya.sedangkan di Aceh sekolah semacam itu disebut dengan rangkang.
Melihat organisasi pesantrendi pulau Jawa, surau dan rangkang di pulau Sumatera, yang banyak menujukkan persamaan dengan sistem asrama (sistem guru-kula) di India, ada dugaan kuat bahwa lembaga-lembaga pendidikan semacam itu telah ada, lama sebelum agama Islam masuk ke Indonesia. Seperti halnya sistem pondoknya, kedudukan guru sebagai seorang yang sakti, tertua, dan suasana gotong-royong yang meliputi seluruh kehidupan di sekolah. Berbeda dengan pendidikan di dunia Arab, pada mulanya pusat pendidikan adalah masjid. Dengan demikian lambat-laun sekolah agama, yang dinamakan madrasah. Semula madrasah-madrasah tersebut hanya memberikan ilmu-ilmu agama belaka, kemudian pada abad ke XII, diberikan pula  ilmu pengetahuan umum. Pesantren, surau atau rangkang tersebut banyak menujukkan persamaan dengan pusat-pusat pendidikan di India. Kalaupun ada perbedaan, hanya terletak pada bahan pelajaran saja dan juga pada murud-muridnya, yakni pengajaran Hindu hanya diberikan kepada anak-anak bengsawan saja, sedangkan pengajaran Islam diikuti oleh setiap orang yang menghendakinya.

 b. Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Pada Masa Sekarang
Lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islamyang bersamaan dengan proses pembudayaannya. Proses tersebut dimulai dari lingkungan keluarga. Dalam Islam, keluarga sebagai lembaga pendidikan Islam yang pertama dan utama. Hal ini diisyaratkan dalam Al-Qur’an sebagaimana juga dipraktekkan dalam sunnah Nabi Muhammad SAW.
Pada masa sekarang ini masjid dan surau masih memiliki peranan yang penting untuk mengfungsikan  masjid sebagai Islamic Center. Banyak masjid-masjid yang disediakan fasilitas-fasilitas terjadinya proses belajar mengajar. Seperti adanya perpustakaan yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagai disiplin keilmuan. Tersedianya ruang diskusi dan bahkan ruang kuliah baik digunakan untuk training remaja masjid, atau juga untuk madrasah diniyah.
Pondok pesantren pun kini juga telah berevolusi sedemikia rupa sehingga pengajarannya tidak lagi seperti dahulu. Menurut (Zuhairini 1986:65) di jelaskan bahwa pesantren sekarang dapat dibedakan atas dua macam yakni : Pesantren Tradisional yaitu pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik. Kedua pesantren modern yakni pesantren yang berusaha mengintergrasikan secara penuh sistem klasikal dan sekolah ke dalam pondok pesantren . semua santri yang masuk pondok terbagi dalam tingkatan kelas. Pengajian kitab-kitab klasik tidak lagi menonjol, bahkan ada yang sekedar untuk pelengkap, dan berubah menjadi mata pelajaran atau bidang studi.
Perpaduan antara sistem pada pondok pesantren atau pendidikan langgar dan sistem yang berlaku pada sekolah-sekolah modern merupakan sistem pendidikan dan pengajaran yang dipergunakan di madrasah. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur dan mengikuti sistem klasikal. Bahkan, kemudian lahirlah madrasah-madrasah yang mengkuti sistem perjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah modern, seperti madrasah Ibtidaiyah yang sama dengan Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah yang sama dengan SMP dan Madrasah Aliyah yang sama dengan SMA.
Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah agama masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan presentasi yang berbeda. Pada tahun 1958, Madrasah Wajib Belajar (MWB) turut berusaha dalam rangka pelaksanaan undang – undang kewajiban belajar di Indonesia. Dalam hubungan ini, madrasah mempunyai hak dan kewajiban sebagai sekolah negeri atau sekolah partikelir yang melaksanakan wajib belajar. Bahkan pada tahun 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah. Menurut SKB3 Menteri tersebut, yang dimaksud dengan madrasah ialah lembaga pendidika yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum. Lebih lanjut pada tahun 1994 dibentuklah kurikulum madrasah (Rukiyati, 2006: 119 - 126).
 Kemudian seiring dengan kemajuan zaman serta umat islam yang merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia selalu mencari berbagai cara untuk membangun sistem pendidikan Islamyang lengkap, mulai pesantran yang sederhana sampai ketingkat Perguruan Tinggi. Menurut (Yunus, 1985:103) bahwa Islamic College pertama telah didirikan dan dibuka dibawah pimpinannya sendiri pada tanggal 9 Desember 1940 di padang, Sumatera Barat. Lembaga tersebut terdiri atas 2 fakultas, yakni, syariat/agama dan pendidikan serta bahasa Arab. Tujuan yang ingin dicapai lembaga ini adalah mendidik ulama-ulama.
Pada tahun 1950-an kementrian agama mendirikan perguruan tinggi yang dinamakan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dengan PP No. 34 th. 1950, yang kemudian menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Setelah itu IAIN terus berkembang dan menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Sampai sekarang jumlah IAIN untuk seluruh Indonesia sudah berjumlah 14 buah. Disamping lembaga Pendidikan Tinggi Negeri (IAIN), pihak perguruan tinggi Islam swasta pun berkembang pesat, terlebih lagi dengan diresmikannya lembaga pendidikan tinggi Islam swasta dengan nama Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia (Rukiyati, 2006: 128- 131).

Selanjudnya terdapat Majelis taklim yang merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang besifat nonformal, yang senantiasa menanamkan akhlak yang luhur dan mulia. Majelis Taklim merupakan lembaga pendidikan masyarakat yang tumbuh dan berkembang dari kalangan masyarakat Islam itu sendiri yang kepentingannya untuk kemaslahatan umat manusia.
        c. Pendidikan Islam pada masa sekarang (Depan)
Prospek pendidikan Islam pada masa sekarang dan mendatang, harus pula dikaji dan diteropong melalui lensa realitas pendidikan Islam di Indonesia yang ada pada hari ini. Melihat kendala yang dihadapi oleh pendidikan nasional, minimal telah terpantau sinar yang juga menggambarkan tentang kondisi pendidikan Islam di Indonesia pada masa kini. Kendala- kendala tersebut berupa : kurikulum yang belum mantap, terlihat dari beragamannya jumlah presentasi untuk pelajaran umum dan agama pada berbagai sekolah yang berlogo Islam, kurang berkualitasnya guru, yang dimaksudkan disini adalah kurang kesadaran professional, kyrang inofatir, kuran berperan dalam pengembangan pendidikan, kurang terpantau, belum adanya sentralisai dan disentralisasi, dualisme pengelolakaan pendidikan yaitau antara Depag dan Depdikbud, sisa-sisa pendidikan penjajahan yang masih ditiru seperti penjurusan dan pembagian gelar, kendali yang terlalu ketat pada pendidikan tinggi, minimnya persamaan hak dengan pendidikan umum, mininya peminat sekolah agama karena dipandang prospeknya tidak jelas.
Beberapa strategi yang perlu dicanangkan untuk memprediksi pendidikan Islam masa depan adalah sebagai berikut : a) Strategi sosial politik, menekankan diperlakukan merinci butir-butir pokok formalisasi ajaran Islam di lembaga-lembaga negra melalui upaya legal formalitas yang terus menerus oleh gerakan Islam terutama melalui sebuah partai secara exklusif khusus bagi umat Islam termasuk kontrol terhadap aparatur pemerintahan. Umat Islam sendiri harus mendidik dengan moralitas Islam yang benar dan menjalankan kehidupan islami baik secara individu  maupun masyarakat. b) Strategi kultural, dirancang untuk kematangan kepribadian kaum muslimin dengan memperluas cakrawala pemikiran, cakupan komiymen dan kesadaran mereka tentang kompleksnya lingkungan mereka. c) Strattuk mengembangkan kerangegi Sosio Cultural, diperlukan upaya untuk mengembangkan kerangka kemasyarakatan yang menggunakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam (http://blogsport.com).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ü  Bahwa pendidikan pada zaman Hindu dan Budha ini melalui penyebaran agama yang pada waktu dulu belum ada sekolah-sekolah yang kita lihat sekarang ini. Pendidikan dulu dengan sekarang sangatlah berbeda sekali. Dulu para biarawan maupun ulama menjadi guru itu tanpa di kasih imbalan dunawi. Mereka juga mendapatkan pendidikan dari keluarganya juga, kalau keluarganya ahli petani maka anaknya akan belajar dari seorang ayahnya dan ilmu yang di perolehnya juga hanya untuk anaknya saja. Mereka belajar keterampilan, kesatriaan dan sebagainya. Anaknya seorang raja mempunyai tempat tersendiri untuk belajar yang disebut dengan Pura, sejauh ini putra-putrinya belajar tentang ilmu tata kenegaraan, sopan santun dan ilmu bela diri. Materi yang diajarkan bukan hanya bersifat umum tapi mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat spiritual religious juga.
Ü  Murid juga dapat berpindah dari guru yang satu ke guru yang lainnya untuk belajar. Kini pendidikan semakin tua seperti usia manusia. Khusus untuk  materi keterampilan ini biasannya diselenggarakan secara turun temurun melalui jalur kastanya masing-masing seperti keterampilan bermain pedang, berperang, berpanah, menunggang kuda dan seni pahat. Menjelang jatuhnya kerajaan Hindu, pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dipegang oleh kaum ulama.








DAFTAR RUJUKAN

Djojonegoro, Wardiman. (1996). Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudyaan.
Djumhur & Danasuparta. Tanpa tahun. Sejarah Pendidikan. Bandung : CV ilmu Bandung.
Djumhur, dkk.1976. Sejarah Pendidikan. Bandung : CV Ilmu Bandung.
Irvanuddin. 2012. Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Penjajahan Sampai Sekarang. (Online)(http://mahasiswainivamedan.blogsport.com/2012/03/Sejarah-Pendidikan-Islam-Pada-Masa.html?m=1, diakses pada tanggal 16 September 2012).
Langgulung, Hasan. 1988. Asas – Asas Pendidikan Islam. Jakarta : Pustaka Al-Husna.
Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta : Bulan Bintang.
Raisyidin, Waini, dkk. (2007). Landasan Pendidikan. Bandung : CV Ilmu Bandung.
Rifa’i,Muhammad. 2011. Sejarah Pendidikan Nasional (dari masa klasik hingga Modern). Jojakarta: Ar-Ruzz Media.
Rukiati, Enung K & Fenti Hikmawati. 2006. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung : CV Pustaka setia.
Thowaf, Siti Malikah. 1997. Islam dan Pendidikan. Malang : IKIP Malang.
Yunus, Mahmud. 1985. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Mutiara.
Zuhairini,dkk. 1986. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Pergurusn Tinggi Agama/IAIN.




2 komentar: