BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara
umum pendidikan adalah uapaya menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki
oleh setiap insan. Potensi itu diantara lain berupa kemampuan berbahasa,
berfikir, mengingat menciptakan dan sebagainya. Pendidikan juga dianggap sebagai
suatu proses pewarisan pola fikir dan tata cara hidup atau nilai-nilai dari
suatu generasi ke generasi berikutnya agar identitas dan keberadaan masyarakat
tersebut terpelihara sepanjang masa (Thowaf, 1997:3).
Hal
yang senada juga dijelaskan oleh Langgulung (1988:3) bahwa pendidikan
sebenarnya dapat ditinjau dari dua segi. Pertama dari sudut pandang masyarakat,
dan kedua dari segi pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat,
pendidikan berarti pewaris kebudayaan dari segi tua kepada generasi muda, agar
hidup masyarakat tetap berlajutan. Dilihat dari kacamata individu, pendidikan
berarti pengembangan potensi-potensi yang terpandang dan tersembunyi. Manusia
mempunyai berbagai bakat dan kemampuan yang kalau pandai kita mempergunakannya
kita bisa berubah menjadi emas dan tinta. Kemampuan intelektual beraneka ragam,
kemampuan bahasa, menghitung, mengingat, berfikir, daya cipta dan lain-lain.
Sebelum
penjajahan Belanda, bumi nusantara telah dikenal di dunia sebagai pusat
pendidikan, pengajaran, dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada masa
kerajaan Hindu Budha yang dalam perkembangan selanjutnya pendidikan dipengarui
oleh ajaran Islam. Pendidikan merupakan usaha dasar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi didinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Perjalanan
perkembangan pendidikan sangat panjang dari mulai sebelum kemerdekaan dapat
ditelusuri sejak zaman Hindu Budha pada abad ke-V. Pada masa pertumbuhan dan
perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu Budha, pendidikan dipengaruhi oleh ajaran
kedua agama tersebut sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat pada saat
itu. Begitu halnya dengan pada masa kerajaan Islam model pendidikan yang
diterapkan pada masa inipun juga berubah sesuai dengan konsep pendidikan Islam
akan tetapi dalam prakteknya menggunakan pendekatan kebedayaan lama akan tetapi
di baluk dengan nuansa ajaran agama islam. Pendidikan dari zaman ke zaman
senantiasa sudah memperlihatkan terjadinya pergeseran pandangan masyarakat
terhadap pendidikan pada zamannya masing-masing.
Karena
fenomena itulah maka perlu adanya pengkajian lebih lanjut yang bertujuan untuk
membahas apa dan bagaiman keadaan pendidikan di Indonesia khususnya pada masa
Hindu Budha dan pada masa kedatangan Islam. Agar lebih memahami tentang keadaan
pendidikan di Indonesia khususnya pada masa Hindu Budha dan pada masa
kedatangan Islam, maka pemberian judul makalah ini
adalah
“-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
”.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, terdapat beberapa rumusan masalah yang menjadi pokok
pembahasan. Adapun rumusan masalah yang telah
ditetapkan adalah :
1. Bagaimana Perkembangan Pendidikan pada Zaman
Hindu dan Budha?
2. Bagaimana Pendidikan Pada Masa Islam?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin di capai dari penulisan makalah ini
adalah untuk menjawab rumusan masalah diatas, yakni:
1. Mendiskripsikan Perkembangan Pendidikan pada Zaman
Hindu dan Budha.
2. Mendiskripsikan Pendidikan Pada Masa
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan
Pendidikan pada Zaman Hindu dan Budha
Menurut teori Van Leur, yang oleh
banyak ahli dapat diterima, ditegaskan bahwa pada abad-abad permulaan
terjadilah hubungan perdagangan antara orang-orang Hindu dengan orang-orang
Indonesia. Faktor-faktor yang memungkinkan berkembangnya Peradaban Hindu Budha
diantaranya sebagai berikut :
1. Faktor Politik
Terjadi peperangan antara kerajaan
India bagian Utara dengan kerajaan India bagian Selatan. Bangsa Aria dari Utara
mendesak kerajaan dan penduduk Selatan, sehingga penduduk di Selatan lari
mencari tempat-tempat baru, dan ada sampai ke Indonesia. Oleh karena itu
peradaban yang masuk ke Indonesia Nusantara dipengaruhi oleh bangsa India dari
bagian Selatan.
2. Faktor Ekonomis atau Geografis
Indonesia terletak antara India dan
dataran Tiongkok, dimana pada waktu itu telah terjadi perdagangan antar India
dan Tiongkok melalui jalur laut. Akibatnya banyak orang India dan Tiongkok
bergaul dengan bangsa Indonesia, dari mulai perdagangan atau perniagaan sampai
terjadi koloni yang berdatangan dari India dan Tiongkok.
3. Faktor Kultural
Tingkat peradaban bangsa India lebih
tinggi dibandingkan dengan penduduk asli di Nusantara. Mereka sudah mengenal
sistem pemerintahan yang teratur dalam bentuk kerajaan, mereka juga telah
mengenal tulisan dan karya sastra yang tinggi. Fakta sejarah membuktikan dengan
ditemukannya prasasti batu bertulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta
yang menjelaskan tentang adanya kerajaan tertua. Di Kalimantan yaitu di Kutai
abad ke-5 Masehi dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat (Djojonegoro,
1996:38).
Perkembangan pendidikan pada zaman
ini, sudah mulai menampakkan suatu gerakan pendidikan dengan misi penyebaran
ajaran agama dan cara hidup yang lebih universal (keseluruhan) dibandingkan
dengan pendidikan sebelumnya. Pendidikan masa Hindu-Budha di Indonesia dimulai
sejak pengaruh Hindu-Budha datang ke Indonesia. Perkembangan agama Hindu Budha
di Indonesia membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia.
Sebenarnya masyarakat indonesia telah memiliki kemampuan dasar yang patut
dibanggakan sebelum masuknya Hindu dan Budha. Setelah Hindu dan Budha
berkembang di Indonesia kemampuan masyarakat Indonesia makin berkembang karena
berakulturasi dan berinteraksi dengan tradisi Hindu dan Budha.
Di daerah Kalimantan (Kutai) dan
Jawa Barat (Tarumanegara) ditemukan prasasti adanya kebudayaan dan peradaban
Hindu tertua pada abad ke-5. Para cendekiawan, ulama-biarawan, musafir dan
peziarah Budha dalam perjalanannya ke India, singgah di Indonesia untuk
mengadakan studi pendahuluan dan persiapan lainnya. Negara India merupakan tanah suci dan
merupakan sumber inspirasi spiritual, ilmu pengetahuan dan kesenian bagi
pemeluk agama Budha. Agama Hindu di India terbagi dua golongan besar yaitu
Brahmanisme dan Syiwaisme. Hinduisme yang datang ke Indonesia adalah Syiwaisme,
yang pertama kali dibawa oleh seorang Brahmana yang bernama Agastya. Syiwaisme
berpandangan bahwa :
·
Syiwa adalah dewa yang paling
berkuasa.
·
Syiwa adalah penncipta dan perusak
alam, segala sesuatu bersumber pada Syiwa dan kembali kepada Syiwa.
·
Manusia hidup dalam rangkaian
reinkarnasi dan merupakan suatu samsara (penderitaan), yang ditentukan oleh
perbuatan manusia sebelumnya, jadi berlaku hukum “karma”.
·
Tujuan hidup manusia ialah mencapai
“moksa”, suatu keadaan dimana manusia terlepas dari samsara, manusia hidup
dalam keabadian yang menyatu dengan Syiwa (Djojonegoro, 1996:86).
Agama Budha merupakan agama yang disebarkan oleh Sidharta
Gautama di India yang kemudian terpecah menjadi dua aliran yaitu Mahayana dan
Hinayana. Yang berkembang di Indonesia ialah bangsa Hinayana. Agama ini
berkembang pada masa kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan pada zaman Wangsa
Syailendra di Pulau Jawa.
Menurut ajaran agama Budha manusia hidup dalam penderitaan
karena nafsu duniawi. Manusia dalam hidup ini berusaha untuk mengusir
penderitaan, mencari kebahagiaan yang abadi yaitu untuk mencapai nirwana. Adapaun
langkah-langkah untuk mencapai nirwana, manusia harus berperilaku benar
diantaranya sebagai berikut :
§ Berpandanagan yang benar.
§ Mengambil keputusan yang benar.
§ Berkata yang benar.
§ Berkehidupan yang benar.
§ Berdayaupaya yang benar.
§ Melakukan meditasi yang benar.
§ Konsentrasi kepada hak-hak yang
benar.
Meskipun Hinduisme dan Budhisme
merupakan agama yang berbeda, namun di Indonesia tampak terdapat kecenderungan
sinkretisme yaitu keyakinan untuk mempersatukan figur Syiwa dan Budha sebagai
satu sumber dari Yang Maha Tinggi. Seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
berarti berbeda-beda tapi satu jua adalah perwujudan dari keyakinan tersebut.
dalam hal ini, Budha dan Syiwa adalah dewa yang dapat diperbedakan (bhinna)
tetapi dewa itu (ika) hanya satu (tungal). Kalimat yang tadi adalah salah satu
bait dari syair Sutasoma karya Empu Tantular pada zaman Majapahit. Sehingga
kebudayaan Hindu telah membaur dengan unsur-unsur Indonesia asli dan memberikan
ciri serta coraknya yang khas, sampai jatuhnya kerajaan Hindu terakhir di
Indonesia yaitu Majapahit akan masih berkembang
dalam hal pendidikan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang sastra,
bahasa, ilmu pemerintahan, tata Negara dan hukum. Kerajaan-kerajaan seperti
Kalingga, Mataram, Kediri, Singasari, dan Majapahit akan melahirkan para Empu,
Pujangga yang menghasilkan karya-karya seni yang bermutu tinggi. Selain karya
seni pahat dan seni bangunan dalam arsitekstur yang bernilai tinggi juga
ditemukan beberapa karya ilmiah dalam bidang filsafat, sastra dan bahasa (Djumhur,
1976:16).
Ü Pendidikan Hindu Budha
Syiwaisme yang berkembang di
Indonesia berbeda dengan India yanga sangat bertentangan dan hidup bermusuhan
dengan Budhisme. Di Indonesia Syiwaisme dan Budhisme hidup dan tumbuh
berdampingan, walaupun terjadi penumpasan Wangsa Syailendra yang beragama Budha
oleh Wangsa Sanjaya yang beragaman Hindu, namun dimasyarakat biasa tidak nampak
pertentangan tersebut, bahkan mungkin dapat dikatakan telah terjadi sinkretisme
antara Hinduisme, Budhisme dan kepercayaan animism dan dinamisme, suatu
keyakinan untuk menyatukan Syiwa, Budha, dan arwah-arwah nenek moyang sebagai
suatu sumber dan amaha tinggi. Pendidikan formal ini diselenggarakan oleh
kerajaan-kerajaan Indonesia pada saat itu.
Pendidikan pada zaman Hindu masih
terbatas kepada golongan minoritas (kasta Brahmana, Ksatria), belum menjangkau
golongan mayoritas kasta Waisya dan Sudra apalagi kasta Paria. Namun perlu
diketahui bahwa penggolongan kata di Indonesia tidak begitu ketat seperti
halnya dengan di India yang menjadi asalnya agama Hindu. Pendidikan zaman ini
lebih tepat dikatakan sebagai “perguruan”dimana para murid berguru kepada para
cerdik cendekia. Kemudian lembaga pendidikan dikenal dengan nama pesantren,
jadi berbeda sekali dengan sekolah yang kita kenal sekarang ini.
Sistem perguruan yang dikenal dengan
pesantren itu berkembang terus sampai pada pengaruh Budha, zaman Islam sampai
sekarang (pesantren tradisional). Pada zaman Budha pendidikan berkembang pada
kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang sudah terdapat perguruan tinggi
Budha. Dimana para murid-muridnya banyak berasal dari Indocina, Jepang dan
Tiongkok. Guru yang terkenal pada saat itu ialah Dharmapala.
Perguruan-perguruan Budha tersebut mungkin menyebar keseluruh kekuasaan
Sriwijaya. Mungkin saja candi-candi Borobudur, Menndut, dana Kalasan merupakan
pusat pendidikan agama Budha (Raisyidin, 2007:34).
Kalau kita memperhatikan peninggalan-peninggalan sejarah
seperti candi-candi, patung-patung maka sudah pasti para santri atau murid
belajar tentang ilmu membangun dan seni pahat. Karena pembuatan candi
memerlukan kemampuan teknik dan seni yang tinggi. Dmeikian juga dengan memahat
relief-relief candi dibimbing oleh suatu alur cerita yang menceritakan
kehidupan sang Budha atau para dewa, bisa juga cerita tentang Ramayana. Karya
hasil sastra yang ditulis para pujangga banyak yang bermutu tinggi antara lain
: Pararaton, Negara Kertagama, arjuna Wiwaha, dan Brata Yudha. Para pujangga
yang terkenal diantaranya sebagai berikut : Mpu Kawa, Mpu Sedah, Mpu Panuluh,
Mpu Prapanca.
Dalam perkembangan kerajaan-kerajaan
Hindu seperti Singasari, Majapahit dan kerajaan Budha Sriwijaya, tidak terdapat
uraian yang jelas mengenai pendidikan. Namun sudah pasti bahwa pada zaman
tersebut sudah berkembang pendidikan dengan lembaga-lembaga yang dengan sengaja
dibuat secara formal. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut berbentuk perguruan
yang lebih dikenal dnegan sebutan pesantren. Pada saat itu mutu pendidikan
cukup memuaskan berbagai pihak yang bersangkutan.
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan identik dengan
tujuan hidup yaitu manusia hidup untuk mencapai moksa bagi agama Hindu, dan manusia mencapai nirwana bagi agama Budha. Karena itu secara umum tujuan akhir
adalah mencapai moksa atau nirwana. Secara khusus mungkin dapat dibedakan
sebagai berikut :
1. Bagi
kaum Brahmana (kasta tertinggi), pendidikan bertujuan untuk menguasai
kitab suci ( Weda untuk Hindu dan
Tripitaka untuk Budha) sebagai sumber
kebenaran dan pengetahuan yang
universal.
2. Bagi golongan Ksatria sebagai raja
yang berkuasa, pendidikan bertujuan untuk
memiliki pengetahuan teoritis yang
berkaitan tentang pengaturan pemerintahan (kerajaan).
3. Bagi rakyat biasa, pendidikan
bertujuan agar warga masyarakat memiliki
keterampilan yang dibutuhkan untuk
hidup, sesuai dengan pekerjaan yang secara
turun temurun. Misalnya keterampilan
bercocok tanam, pelayaran, perdagangan,
seni pahat dan sebagainya.
b. Sifat Pendidikan
Beberapa
sifat dan ciri pendidikan yang menonjol pada waktu itu adalah :
1. Informal, karena pendidikan masih
bersatu dengan proses kehidupan.
2. Berpusat pada religi, karena
kehidupan atas dasar kepercayaan dan keagamaan
menguasai segala-galanya.
3. Penghormatan yang tinggi terhadap
guru, karena gurunya adalah kaum Brahmana
(kasta tertinggi dalam masyarakat
Hindu) dan tidak memperoleh imbalan gaji.
Mereka menjadi guru semata-mata
karena kewajiban sebagai Pandita atau
Brahmana yang didasarkan pada
perasaan tulus, mengabdi tanpa pamrih ( tanpa
memikirkan imbalan dunia ).
4. Aristokratis artinya pendidikan
hanya diikuti oleh segolongan masyarakat saja
yaitu golongan Brahmana, pendeta dan
golongan Ksatria dan golongan keturunan
raja-raja. Dalam agama kita kenal
penggolongan berdasarkan kasta, namun di
Indonesia perbedaan tidak begitu
tajam dan menonjol. Yang menonjol adalah
antara golongan raja-raja dan rakyat
jelata.
c. Jenis-jenis Pendidikan
Beberapa jenis pendidikan pada zaman
Hindu Budha dapat dibedakan menjadi beberapa golongan diantaranya sebagai
berikut :
1. Pendidikan Intelektual
Kegiatan pendidikan ini dikhususkan
untuk menguasai kitab-kitab suci. Veda dipelajari oleh kaum Brahmana, dan kitab
Tripitaka dipelajari oleh penganut Budha. Pada waktu itu hanya golongan
Brahmanalah yang berhak mempelajari kitab suci Veda. Pendidikan intelektual
juga berkaitan dengan penguasaan doa dan mantera, yang berkaitan dengan
penguasaan alam semesta, pengabdian kepada Syiwa dan Budha Gautama.
2. Pendidikan Kesatriaan
Kegiatan pendidikan ini dilakukan
untuk mendidik kaum bangsawan keluarga istana kerajaan, untuk memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan mengatur pemerintahan
(kerajaan), mengatur Negara, dan belajar untuk berperang.
3. Pendidikan Keterampilan
Pendidikan keterampilan dan
pendidikan kesatriaan merupakan pendidikan kegiatan yang deprogram secara
tertib(dalam arti pendidikan bagi kaum Brahmana dan bangsawan (keluarga raja))
sudah berjalan dengan teratur. Sedangkan pendidikan keterampilan yang diajukan
bagi masyarakat jelata berlangsung secara informal yang berlangsung dalam
keluarga sesuai dengan keterampilan yang dimiliki orang tuanya. Seorang pemahat
akan diwariskan keterampilannya kepada anak-anaknya begitu pula dengan para
petani, nelayan dan sebagainya.
d. Lembaga Pendidikan
Pendidikan pada waktu itu masih
bersifat informal, belum ada pendidikan formal dalam bentuk sekolah seperti
yang kita kenal sekarang ini. Namun dengan demikian ada beberapa tempat yang
biasa dijadikan sebagai lembaga pendidikan.
1. Padepokan atau Pecatrikan
Merupakan tempat berkumpulnya para
catrik, yaitu murid-murid yang belajar kepada guru disuatu tempat, sehingga
disebut pecatrikan dan dengan nama lain biasa juga disebut padepokan. Dari
kata-kata catrik dan pecatrikan itulah muncul kata santri dan pesantren. Jadi
lembaga pesantren sudah dikenal keberadaannya sejak zaman Hindu Budha.
Dipesantren dan atau padepokan itulah berkumpul para murid, khususnya keturunan
Brahmana utnuk mempelajari segala macam pengetahuan yang bersumber dari kitab
suci ( Veda dan Upanishad bagi Hindu serta Tripitaka bagi Budha). Dicandi
Borobudur terlihat suatu lukisan yang menggambarkan suatu proses pendidikan
seperti yang berlaku sekarang ini. Ditengah-tengah pendopo besar seorang
Brahmana atau pendeta duduk dilingkari oleh murid-muridnya, semuanya membawa
buku, dan mereka belajar membaca dan menulis. Guru tidak menerima gaji namun
dijamin oleh murid-muridnya untuk hidup. Yang menjadi dasar pendidikan adalah
agama Budha dan Hindu, seperti dapat kita lihat relief-relief yang tertulis
dicandi Borobudur ( Budha) dan candi Prambanan (Hindu).
2. Pura
Merupakan tempat yang berada di
istana. Tempat ini diperuntukkan bagi putra-putri raja belajar. Mereka diberi
pelajaran yang berkaitan dengan hidup sopan santun sebagai keturunan raja yang
berbeda dengan masyarakat biasa. Mereka belajar tentang mengatur Negara, ilmu
bela diri baik secara fisik maupun secara batiniah.
3. Pertapaan
Karena orang yang bertapa dianggap
telah memiliki pengetahuan kebatinan yang sangat tinggi. Oleh karenaitu para
pertapa menjadi tempat bertanya tentang segala hal terutama berkaitan dengan
hal-hal yang gaib.
4. Keluarga
Pada waktu itu pendidikan keluarga
juga ada sampai sekarang juga tapi hanya pendidikan sebagai informal. Dalam
keluargalah akan terjadi partisipasi dalam menyelesaikan pekerjaan orang tua
yang dilakukan anak-anak dan anggota keluarga lainnya.
e. Ilmu Pengetahuan dan Karya Sastra
Pada masa kejayaan kerajaan Hindu
dan Budha di Indonesia ini telah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan
karya seni yang sangat tinggi. Seperti telah dikemukakan pada kerajaan
Sriwijaya sebagai salah satu kerajaan Budha yang terbesar di Indonesia, pada
saat iru telah berdiri lembaga pendidikan setaraf “perguruan tinggi”. Perguruan
tinggi tersebut dapat menampung berates-ratus mahasiswa biarawan Budha dan
adapat belajar dengan tenang, mereka tinggal di asrama-asrama khusus.
Sistem dan metode sesuai yang ada di
India, sehingga biarawan Cina dapat belajar di sriwijaya sebelum melanjutkan
belajar di India. Di Sriwijaya terkenal mahaguru yang berasal dari India yaitu
Dharmapala dan mengajarkan agama Budha Mahayana. Dipulau Jawa pada waktu
Mataram diperintah oleh seorang ratu terdapat sekolah agama Budha yang dipimpin
oleh orang Jawa yaitu Janadabra.
Pada sekitar abad ke-14 sampai
kira-kira abad ke-16 menjelang jatuhnya kerajaan Hindu di Indonesia, kegiatan
pendidikan tidak lagi dilakukan secara meluas seperti sebelumnya tetapi
dilakukan oleh para guru kepada siswanya yang jumlahnya terbatas dalam suatu
padepokan. Pendidikan pada zaman tersebut, mulai dari pendidikan dasar sampai
dengan pendidikan tinggi pada umumnya dikendalikan oleh para pemuka agama.
Namun demikian pendidikan dan pengajaran tidak dilaksanakan secara formal,
sehingga seorang siswa yang belum puas akan ilmu yang diperolehnya dapat
mencari dan pindah dari guru yang satu ke guru yang lainnya. Kelompok
bangsawan, ksatria dan kelompok elit lainnya mengirimkan anak-anaknya kepada
guru untuk dididik atau guru diundang untuk datang mengajar anak-anak mereka. (Raisyidin,
2007:45).
B. Pendidikan Pada Masa
Islam
a. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di
Indonesia
Seperti halnya dengan
agama – agama lain, maka agama Islam pun mempunyai suatu sistem ilmu
pendidikan. Di samping persamaan itu ada pula suatu perbedaan pokok yakni :
agama Islam bukan hanya memperhatikan keakhiratan (jenseitigkeit), tetapi juga
hidup di dunia ini (Dieseitigkeit). Agama Islam membentah anggapan orang yang
mengatakan, bahwa manusia itu berpembawaan buruk sejak ia lahir. Tetapi diakuinya, bahwa manusia seringkali timbul
hawa nafsu yang tidak sejalan dengan norma – norma keagamaan. Berjuang dengan
hebat untuk menaklukan nafsu yang jahat merupakan salah suatu kewajiban utama
dari ummat Islam, yang harus terus berlangsung selama hayat dikandung badan (Djumhur
& Danasuparta, tanpa tahun :20- 21).
Pendidikan Islam di
Indonesia sendiri sebenarnya sangat erat hubungannya dengan kedatangan agama
Islam ke nusantara pada mulanya. Menginat bahwa Indonesia memiliki kekayaan
alam yang melimpah serta budaya yang beragam, menjadikan Indonesia sebagai
salah satu tempat yang di kunjungi oleh bangsa asing untuk berdagang. Mereka,
yakni para pedagang asing tersebut banyak yang telah memeluk Islam dan membawa serta agamanya untuk diajarkan kepada
orang - orang pribumi. Di jelaskan bahwa tidak bukan hanya pedagang – pedagang
dari Cina yang singgah ke nusantara, akan tetapi banyak juga pedagang –
pedagang muslim lainnya diantara lain adalah pedagang dari Gujarat, Persia, dan
dari India. Seperti halnya dijelaskan oleh (Nasution, 1991:11), bahwa sejarah
pendidikan Islam pada hakikatnya tidak terlepas dari sejarah Islam. Oleh sebab
itu, periodesasi sejarah pendidikan Islam berada dalam periode – periode sejarah Islam itu
sendiri.
Pernyataan yang sama
juga dikemukakan oleh Dra. Hj. Enung K Rukiati dan Dra. Fenti Himawati dalam
bukunya dijelaskan bahwa kedatangan agama Islam ke Indonesia umumnya
dihubungkan pelayaran dan perdagangan antara bangsa – bangsa yang mendiami
Asia, baik bagian barat, bagian timur maupun bagian tenggara, sudah ada sejak
abad pertama masehi. Menurut Rifa’i (2011: 36) bahwa kedatangan islam ini
banyak membawa nilai-nilai budaya baru yang disambut dengan hangat oleh
kerajaan-kerajaan pesisir. Dengan kata lain, penyebaran agama islam datang ke
indonesia melalui pusat-pusat perdagangan didaerah pantai Sumatra Utara dan
menyebar luas ke Pulau Jawa seterusnya ke Indonesia bagian timur dilakukan secara damai.
Dalam perkembangannya,
setelah agama islam secara umum telah diterima oleh rakyat nusantara, institusi
pendidikan islam mulai dikembangakan pula. Yang pertama dikenal adalah
pendidikan Langgar atau Surau, selain sebagai tempat untuk beribadah juga di
fungsikan sebagai tempat belajar agama islam. Materi yang biasanya diajarkan di
Langgar bertujuan agar murid dapat membaca lebih tepat melagukan menurut
tertentu seluruh isi Alquran. Lembaga pendidikan Pesantren dapat dikatakan
sebagai institusi islam yang paling tinggi ketika itu. Pada mulanya pesantren
dijadikan sebagai tempat penyiaran islam bagi khalayak ramai dan secara
kultural serta bertahap mengubah budaya yang berkaitan dengan pegangan agama
sebelumnya. Dalam perkembangannya, lembaga pendidikan islam Pesantren tidak
hanya sekedar mengajarkan pelajaran agama tetapi juga ikut andil dalam
memberikan ajaran-ajaran pola nilai hubungan sosial-politik-ekonomi dan budaya
masyarakat (Rifa’i, 2011: 34).
Dua lembaga pendidikan
yakni langgar dan pesantren tersebut memegang peranan penting pada penyebaran
agama Islam di pulau Jawa. Karena Islam berprinsip demokrasi, maka
pengajarannya merupakan pengajaran rakyat. Tujuannya memberikan pengetahuan
tentang agama, bukan untuk memberikan pengetahuan umum.
Menurut penjelasan
Djumhur & Danasuprta (tanpa tahun : 112) bahwa pengajara di langgar
merupakan pengajaran agama permulaan. Mula-mula murid-murid mempelajari abjad
Arab, kemudian mengejah ayat-ayat Al-Qur’an pertama dengan irama suara
tertentu. Pelajaran diberikan dengan sistem sekepala. Guru menyebutkan sesuatu
dan murid menirunya. Yang dicita-citakan ialah dapat membaca Qur’an sampai
tamat. Sedangkan lama belajar tidak
tentu, biasanya berlangsung kurang lebih setahun, akan tetapi terkadang hanya
diikuti selama beberapa bulan saja. Biasanya pelajaran diberikan pada pagi hari
dan malam hari berlangsung kira-kira dua jam lamanya.
Pemilihan seorang guru
biasanya adalah mereka yang sudah memiliki pengetahuan agama yang agak
mendalam. Guru pada waktu itu tetap dipandang sebagai seseorang yang sakti,
sehingga para murid tidak boleh mengecam guru, sebab mengecam dianggap berdosa.
Pada waktu sekolah tidak dipungut biaya bagi pelajaran agama permulaan itu.
Apabila seorang murid sudah menamatkan pelajarannya, dalam arti sudah dapat
membaca Al-Qur’an sampai tamat, maka diadakanlah selamatan, atau biasa disebut
dengan khataman. Sebagai lembaga sosial langgar sangat penting artinya.
Masyarakat umumnya dan para anak-anak yng bersekolah khususnya, lambat-laun
menyadari bahwa mereka menjadi anggota dari yang disebut dengan umat Islam.
Djumhur &
Danasuprta (tanpa tahun : 112-113) menambahkan penjelasan mengenai lembaga
mendidikan selanjutnya yaitu pesantren. Pengajaran yang lebih lanjut dan lebih
mendalam diberikan di pesantren. Murid – muridnya, dinamakan santri, pada umumnya
terdiri dari anak-anak yang lebih tua dan telah memiliki pengetahuan dasar,
yang mereka peroleh dari langgar. Para santri, yang biasanya berasal dari
berbagai tempat, dikumpulkan dalam satu ruanggan yang disebut pondok (semacam
asrama). Berdekatan dengan pondok terdapat masjid dan rumah para guru. Lazimnya
guru disebut ajengan atau kyai. Adakalanya guru menerima sumbangan dari
murid-muridnya, berupa wang atau bahan makanan. Sumbangan tersebut merupakan
kerelaan dari para santrinya.
Santri-santritersebut
harus memasak makanan sendiri-sendiri. Untuk itu mereka membawa bekal dari
rumahnya masing-masing, misalnya saja berupa beras, uang, dan alat-alat menanak
nasi. Lama belajar disinipun tidak menentu, ada yang menempuh pendidikan selama
satu tahun dan ada yang menempu pendidikan hingga bertahun- tahun. Rutinitas yang
biasa para santri lakukan ialah pelajaran pertama diberikan pada pagi hari,
sesudah selesai sembahyang subuh. Setelah itu para santri melakukan kerja-bakti
bagi gurunya, umpamanya saja : membersihkan halaman, berkebun, bekerja di
sawah, dan sebagainya. Sesudah makan siang semuanya beristirahat, untuk
kemudian dimulai lagi dengan pelajaran dan diselingi dengan menghafal. Setelah
habis magrib atau setelah isya’ dimulai lagi dengan pelajaran. Kepada
murid-murid yang telah dipandang tinggi tingkatan pelajarannya diberikan
pelajaran dari berbagai kitab dengan sistem klasikal.
Menurut Djumhur &
Danasuprta (tanpa tahun : 112-113) mata pelajaran yang paling penting adalah Usuluddin
yakni popok-pokok ajaran kepercayaan,
kemudian Usul Fiqh yakni alat penggali hukum dari Quran dan Hadits, dan
tentang Fiqh (cabang dari Usuluddin) juga ilmu Arobiyah (untuk mendalami bahasa
agama). Di Sumatera Barat tidak ada pemisah antara langgar dan pesantren.
Sekolah-sekolah agama Islam di sana dinamakan surau. Di surau bukan saja orang
mempelajari pelajaran agama permulaan, tetapi juga lanjutannya.sedangkan di
Aceh sekolah semacam itu disebut dengan rangkang.
Melihat organisasi
pesantrendi pulau Jawa, surau dan rangkang di pulau Sumatera, yang banyak
menujukkan persamaan dengan sistem asrama (sistem guru-kula) di India, ada
dugaan kuat bahwa lembaga-lembaga pendidikan semacam itu telah ada, lama
sebelum agama Islam masuk ke Indonesia. Seperti halnya sistem pondoknya, kedudukan
guru sebagai seorang yang sakti, tertua, dan suasana gotong-royong yang
meliputi seluruh kehidupan di sekolah. Berbeda dengan pendidikan di dunia Arab,
pada mulanya pusat pendidikan adalah masjid. Dengan demikian lambat-laun
sekolah agama, yang dinamakan madrasah. Semula madrasah-madrasah tersebut hanya
memberikan ilmu-ilmu agama belaka, kemudian pada abad ke XII, diberikan
pula ilmu pengetahuan umum. Pesantren,
surau atau rangkang tersebut banyak menujukkan persamaan dengan pusat-pusat
pendidikan di India. Kalaupun ada perbedaan, hanya terletak pada bahan
pelajaran saja dan juga pada murud-muridnya, yakni pengajaran Hindu hanya
diberikan kepada anak-anak bengsawan saja, sedangkan pengajaran Islam diikuti
oleh setiap orang yang menghendakinya.
b. Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Pada
Masa Sekarang
Lembaga pendidikan
Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islamyang
bersamaan dengan proses pembudayaannya. Proses tersebut dimulai dari lingkungan
keluarga. Dalam Islam, keluarga sebagai lembaga pendidikan Islam yang pertama
dan utama. Hal ini diisyaratkan dalam Al-Qur’an sebagaimana juga dipraktekkan
dalam sunnah Nabi Muhammad SAW.
Pada masa sekarang ini
masjid dan surau masih memiliki peranan yang penting untuk mengfungsikan masjid sebagai Islamic Center. Banyak masjid-masjid yang disediakan
fasilitas-fasilitas terjadinya proses belajar mengajar. Seperti adanya
perpustakaan yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagai disiplin
keilmuan. Tersedianya ruang diskusi dan bahkan ruang kuliah baik digunakan
untuk training remaja masjid, atau juga untuk madrasah diniyah.
Pondok pesantren pun
kini juga telah berevolusi sedemikia rupa sehingga pengajarannya tidak lagi
seperti dahulu. Menurut (Zuhairini 1986:65) di jelaskan bahwa pesantren
sekarang dapat dibedakan atas dua macam yakni : Pesantren Tradisional yaitu
pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional dengan materi
pengajaran kitab-kitab klasik. Kedua pesantren modern yakni pesantren yang
berusaha mengintergrasikan secara penuh sistem klasikal dan sekolah ke dalam
pondok pesantren . semua santri yang masuk pondok terbagi dalam tingkatan
kelas. Pengajian kitab-kitab klasik tidak lagi menonjol, bahkan ada yang
sekedar untuk pelengkap, dan berubah menjadi mata pelajaran atau bidang studi.
Perpaduan antara sistem
pada pondok pesantren atau pendidikan langgar dan sistem yang berlaku pada
sekolah-sekolah modern merupakan sistem pendidikan dan pengajaran yang
dipergunakan di madrasah. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara
berangsur-angsur dan mengikuti sistem klasikal. Bahkan, kemudian lahirlah
madrasah-madrasah yang mengkuti sistem perjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah
modern, seperti madrasah Ibtidaiyah yang sama dengan Sekolah Dasar, Madrasah
Tsanawiyah yang sama dengan SMP dan Madrasah Aliyah yang sama dengan SMA.
Kurikulum madrasah dan
sekolah-sekolah agama masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok,
walaupun dengan presentasi yang berbeda. Pada tahun 1958, Madrasah Wajib
Belajar (MWB) turut berusaha dalam rangka pelaksanaan undang – undang kewajiban
belajar di Indonesia. Dalam hubungan ini, madrasah mempunyai hak dan kewajiban
sebagai sekolah negeri atau sekolah partikelir yang melaksanakan wajib belajar.
Bahkan pada tahun 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri
antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah. Menurut SKB3
Menteri tersebut, yang dimaksud dengan madrasah ialah lembaga pendidika yang
menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang
diberikan sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum. Lebih lanjut
pada tahun 1994 dibentuklah kurikulum madrasah (Rukiyati, 2006: 119 - 126).
Kemudian seiring dengan kemajuan zaman serta
umat islam yang merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia selalu mencari
berbagai cara untuk membangun sistem pendidikan Islamyang lengkap, mulai
pesantran yang sederhana sampai ketingkat Perguruan Tinggi. Menurut (Yunus,
1985:103) bahwa Islamic College
pertama telah didirikan dan dibuka dibawah pimpinannya sendiri pada tanggal 9
Desember 1940 di padang, Sumatera Barat. Lembaga tersebut terdiri atas 2
fakultas, yakni, syariat/agama dan pendidikan serta bahasa Arab. Tujuan yang
ingin dicapai lembaga ini adalah mendidik ulama-ulama.
Pada tahun 1950-an kementrian
agama mendirikan perguruan tinggi yang dinamakan Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri (PTAIN) dengan PP No. 34 th. 1950, yang kemudian menjadi Institut Agama
Islam Negeri (IAIN). Setelah itu IAIN terus berkembang dan menyebar ke berbagai
daerah di Indonesia. Sampai sekarang jumlah IAIN untuk seluruh Indonesia sudah
berjumlah 14 buah. Disamping lembaga Pendidikan Tinggi Negeri (IAIN), pihak
perguruan tinggi Islam swasta pun berkembang pesat, terlebih lagi dengan
diresmikannya lembaga pendidikan tinggi Islam swasta dengan nama Koordinator
Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta yang tersebar di berbagai daerah di
Indonesia (Rukiyati, 2006: 128- 131).
Selanjudnya terdapat
Majelis taklim yang merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang besifat
nonformal, yang senantiasa menanamkan akhlak yang luhur dan mulia. Majelis
Taklim merupakan lembaga pendidikan masyarakat yang tumbuh dan berkembang dari
kalangan masyarakat Islam itu sendiri yang kepentingannya untuk kemaslahatan
umat manusia.
c. Pendidikan Islam pada masa sekarang
(Depan)
Prospek pendidikan Islam
pada masa sekarang dan mendatang, harus pula dikaji dan diteropong melalui
lensa realitas pendidikan Islam di Indonesia yang ada pada hari ini. Melihat
kendala yang dihadapi oleh pendidikan nasional, minimal telah terpantau sinar
yang juga menggambarkan tentang kondisi pendidikan Islam di Indonesia pada masa
kini. Kendala- kendala tersebut berupa : kurikulum yang belum mantap, terlihat
dari beragamannya jumlah presentasi untuk pelajaran umum dan agama pada
berbagai sekolah yang berlogo Islam, kurang berkualitasnya guru, yang
dimaksudkan disini adalah kurang kesadaran professional, kyrang inofatir, kuran
berperan dalam pengembangan pendidikan, kurang terpantau, belum adanya
sentralisai dan disentralisasi, dualisme pengelolakaan pendidikan yaitau antara
Depag dan Depdikbud, sisa-sisa pendidikan penjajahan yang masih ditiru seperti
penjurusan dan pembagian gelar, kendali yang terlalu ketat pada pendidikan
tinggi, minimnya persamaan hak dengan pendidikan umum, mininya peminat sekolah
agama karena dipandang prospeknya tidak jelas.
Beberapa strategi yang
perlu dicanangkan untuk memprediksi pendidikan Islam masa depan adalah sebagai
berikut : a) Strategi sosial politik, menekankan diperlakukan merinci
butir-butir pokok formalisasi ajaran Islam di lembaga-lembaga negra melalui
upaya legal formalitas yang terus menerus oleh gerakan Islam terutama melalui
sebuah partai secara exklusif khusus bagi umat Islam termasuk kontrol terhadap
aparatur pemerintahan. Umat Islam sendiri harus mendidik dengan moralitas Islam
yang benar dan menjalankan kehidupan islami baik secara individu maupun masyarakat. b) Strategi kultural,
dirancang untuk kematangan kepribadian kaum muslimin dengan memperluas
cakrawala pemikiran, cakupan komiymen dan kesadaran mereka tentang kompleksnya
lingkungan mereka. c) Strattuk mengembangkan kerangegi Sosio Cultural,
diperlukan upaya untuk mengembangkan kerangka kemasyarakatan yang menggunakan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam (http://blogsport.com).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ü Bahwa
pendidikan pada zaman Hindu dan Budha ini melalui penyebaran agama yang pada
waktu dulu belum ada sekolah-sekolah yang kita lihat sekarang ini. Pendidikan
dulu dengan sekarang sangatlah berbeda sekali. Dulu para biarawan maupun ulama
menjadi guru itu tanpa di kasih imbalan dunawi. Mereka juga mendapatkan
pendidikan dari keluarganya juga, kalau keluarganya ahli petani maka anaknya
akan belajar dari seorang ayahnya dan ilmu yang di perolehnya juga hanya untuk
anaknya saja. Mereka belajar keterampilan, kesatriaan dan sebagainya. Anaknya
seorang raja mempunyai tempat tersendiri untuk belajar yang disebut dengan
Pura, sejauh ini putra-putrinya belajar tentang ilmu tata kenegaraan, sopan
santun dan ilmu bela diri. Materi yang diajarkan bukan hanya bersifat umum tapi
mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat spiritual religious juga.
Ü Murid
juga dapat berpindah dari guru yang satu ke guru yang lainnya untuk belajar.
Kini pendidikan semakin tua seperti usia manusia. Khusus untuk materi keterampilan ini biasannya
diselenggarakan secara turun temurun melalui jalur kastanya masing-masing
seperti keterampilan bermain pedang, berperang, berpanah, menunggang kuda dan
seni pahat. Menjelang jatuhnya kerajaan Hindu, pendidikan dasar sampai
pendidikan tinggi dipegang oleh kaum ulama.
DAFTAR RUJUKAN
Djojonegoro, Wardiman. (1996). Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan
Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudyaan.
Djumhur &
Danasuparta. Tanpa tahun. Sejarah
Pendidikan. Bandung : CV ilmu Bandung.
Djumhur, dkk.1976. Sejarah Pendidikan. Bandung : CV Ilmu
Bandung.
Irvanuddin. 2012. Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa
Penjajahan Sampai Sekarang. (Online)(http://mahasiswainivamedan.blogsport.com/2012/03/Sejarah-Pendidikan-Islam-Pada-Masa.html?m=1,
diakses pada tanggal 16 September 2012).
Langgulung, Hasan.
1988. Asas – Asas Pendidikan Islam.
Jakarta : Pustaka Al-Husna.
Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan dalam Islam : Sejarah Pemikiran
dan Gerakan. Jakarta : Bulan Bintang.
Raisyidin, Waini, dkk. (2007). Landasan Pendidikan. Bandung : CV Ilmu
Bandung.
Rifa’i,Muhammad. 2011. Sejarah Pendidikan Nasional (dari masa
klasik hingga Modern). Jojakarta: Ar-Ruzz Media.
Rukiati, Enung K &
Fenti Hikmawati. 2006. Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia. Bandung : CV Pustaka setia.
Thowaf, Siti Malikah.
1997. Islam dan Pendidikan. Malang :
IKIP Malang.
Yunus, Mahmud. 1985. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta : Mutiara.
Zuhairini,dkk. 1986. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta : Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Pergurusn Tinggi Agama/IAIN.
informasinya sangat lengkap sekali
BalasHapusasuransi toyota astra finance
Terimakasih, sangat bermanfaat
BalasHapus