DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. 1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang................................................................................................ 2
1.2
Rumusan Masalah.......................................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Perkembangan Islam di Persia......................................................................... 4
2.2
Perkembangan Yahudi di Israel...................................................................... 6
2.3
Pengaruh Islam dan Yahudi Terhadap Bangsa Indonesia.......................... 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 19
3.2
Saran.............................................................................................................
19
DAFTAR RUJUKAN………………………………………………………. 21
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Israel merupakan
salah satu Negara yang berada di Timur Tengah yang dikelilingi oleh Laut
Tengah, Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, dan Gurun Pasir Sinai. Israel juga
merupakan satu-satunya Negara Yahudi di dunia. Namun di sana pun juga terdapat
beberapa kelompok etnis minoritas seperti etnis Arab tetapi berkewarganegaraan
Israel, kelompok Muslim, Kristen, Druze, dan Samaria. Israel mengenal konsep
EretzYisrael yakni konsep Yudaisme yang mana sudah ada sejak masa Israel kuno.
Selain Israel, di Timur Tengah juga terdapat Negara Iran
atau Persia. Persia pernah dikuasai oleh bangsa Madia dan bangsa Persia yang
mana keduanya adalah bangsa Indo-Jerman. Pada mulanya yang berkuasa adalah
bangsa Madia sekitar tahun 612 SM yang
bekerjasama dengan bangsa Babylonia merebut dan membakar Niniveh untuk
merobohkan Kerajaan Assyria. Namun tahun 550 SM oleh Cyrus, bangsa Madia dan
bangsa Persia telah dipersatukan dan semenjak itu bangsa Persia memegang
peranan terpenting meskipun yang memiliki kedudukan tinggi adalah bangsa Persia
(Soeroto, 1954: 26). Saat ini nama
Persia dan Iran sudah menjadi kebiasaan, Persia digunakan untuk isu sejarah dan
kebudayaan, sedangkan Iran digunakan untuk isu politik. Persia ini merupakan
bangsa yang kemudian hari memproklamirkan diri sebagai Republik Islam Iran yang
mana telah didominasi oleh muslim Syi’ah.
Sama halnya dengan
Persia, Indonesia pun juga memiliki agama Islam, karena penyebaran Islam telah
sampai di Indonesia yang mana disebarkan oleh kaum pedagang dan juga para wali.
(Huda, 2007: 279) Islam di Indonesia memiliki salah satu cirri yang mencolok
yakni nuansa mistik yang begitu kuat di kalangan kaum Muslim. Dengan corak
seperti inilah sebagaimana yang dikatakan oleh beberapa ahli tentang
orang-orang Indonesia memeluk Islam. Islamisasi di Indonesia diawali ketika
tasawuf menjadi corak pemikiran yang dominan di dunia Islam. Israel, Persia,
dan Indonesia memiliki bnayak hubungan, bahkan pendidikan yang telah diterapkan
di Indonesia sendiri tidak lepas dari pengaruh Israel dan Persia.
Pengaruh Persia
tentang Islam dan Israel tentang Yahudi telah masuk dan mengakar pada kehidupan
bangsa Indonesia, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia yang diwujudkan
dengan pesantren dan juga pengaruh Zionis-Yahudi yang secara tertutup masuk
dalam setiap Ormas, institusi, dan bahkan kegiatan-kegiatan lain tanpa bangsa
Indonesia sadari, maka dari itu berangkat dari ketertarikan inilah penulis
membahas makalah yang berjudul Pengaruh Islam
dan Yahudi Terhadap Karakter Bangsa Indonesia.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana perkembangan Islam di Persia?
2. Bagaimana perkembangan Yahudi di Israel?
3. Bagaimana pengaruh Islam dan Yahudi terhadap bangsa
Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Islam di Persia
2.1.1 Persia Awal
Persia
memiliki sejumlah kekaisaran yang bersejarah yang berkuasa di dataran tinggi
Iran, Tanah Air asal bangsa Persia, yakni:
1)
Kekaisaran Media dan Akhemeniyah (3200 SM –
330 SM)
Kekaisaran Media
(728 – 550 SM) ini telah menjadi simbol pendiri bangsa dan juga kekaisaran
Iran. Kemudian disusul dengan Kekaisaran Akhemeniyah (648-330 SM) yang
didirikan oleh Koresh Yang Agung. Koresh Agung juga terkenal sebagai pemerintah
pertama yang mewujudkan undang–undang mengenai hak-hak kemanusiaan. Beliau juga
merupakan pemerintah pertama yang memakai gelar Agung dan juga Shah Iran. Pada
masa pemerintahannya, perbudakan dilarang di kawasan-kawasan taklukannya atau
juga dikenal sebagai Kekaisaran Persia. Gagasan ini kemudian member dampak yang
besar pada peradaban – peradaban manusia setelah zamannya. Kekaisaran Persia
kemudian diperintah oleh Cambyses selama tujuh tahun (531 – 522 SM) dan
kemangkatannya disusul dengan perebutan kekuasaan, hingga akhirnya Darius Yang
Agung (522 – 486 SM) menang dan dinyatakan sebagai raja.
Persia di bawah
pemerintahan Koresh yang Agung dan Darius yang Agung telah menjadi sebuah
kekaisaran yang terbesar dan terkuat di dunia pada zaman itu. Pencapaiannya
yang utama adalah sebuah kekaisaran besar yang pertama yang mengamalkan sikap
toleransi dan menghormati budaya-budaya dan agama-agama di kawasan jajahannya.
2)
Kekaisaran Seleukus (330 – 248 SM)
Tahun 330 SM kekaisaran Akhemeniyah diserang
oleh Kerajaan Yunani yang dipimpin oleh Alexander Agung yang bernama Seleukus
dan lahirlah pemerintahan baru Persia yaitu Kekaisaran Seleukus.
3)
Kekaisaran Parthia (248 – 224 SM)
Parthia bermula dengan Dinasti Arsacida yang
menyatukan dan memerintah dataran tinggi Iran serta juga menakhlukkan wilayah
timur Yunani pada awal abad ke 3 M dan juga Mesopotamia tahun 150 SM – 224 M.
Kekaisaran ini berkuasa selama lima abad dan raja terakhirnya kalah dengan
kekaisaran lindungannya yakni Sassania.
4)
Kekaisaran Sassania
Kekaisaran ini telah membangun kembali
ekonomi dan militer Persia. Pada masa pemerintahan Noshirwan, Sassania mencapai
puncak kejayaan karena telah mengadakan politik perdamaian dengan Justinianus
di Afrika Utara dan Semenanjung Italia. Noshirwan dengan tiba-tiba menyerang
Byzantium di Syiria dan berhasil menduduki Antiocthia. Akibat dari pertempuran
ini Byzantium dan Sassania menjadi lemah, apalagi dengan ditambah adanya
serangan dari tentara Islam, Sassania tidak berdaya dan sepuluh tahun setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW Iran seluruhnya jatuh di tangan tentara Islam
(Soeroto, 1954: 53).
Bangsa Persia memiliki
agama yang tinggi peradaban dan akhlaknya. Agama diajarkan kepada mereka oleh
guru besarnya, yakni Zarathustra atau
Zoroaster yang mana mengajarkan
adanya dua dewa yaitu Ormuzd atau
dewa kebaikan (dewa terang) dan Ahriman
atau dewa kejahatan (dewa malam) (Soeroto, 1954: 26).
2.1.2 Islam Persia
Islam masuk memberi
dampak di mana orang–orang Persia mulai membentuk gambaran Islam Persia dan
juga sebagai muslim. Pada abad 8 M Persia memberi bantuan kepada Abbasiyah
untuk memerangi tentara Ummayyah karena Bani Ummayyah hanya mementingkan bangsa
Arab dan memandang rendah kepada orang Persia. Pada abad 9 dan 10 M terdapat
beberapa ashshobiyyah Persia yang menentang gagasan Arab sebagai Islam dan
muslim, tetapi kebangkitan tersebut tidak menentang identitas seorang Islam.
Dampak dari kebangkitan tersebut adalah penggunaan bahasa Persia sebagai bahasa
resmi Iran. Pada masa ini para ilmuan Persia menciptakan zaman kegemilangan
bagi Islam karena Persia menjadi tumpuan penyebaran ilmu sains, filsafat, dan
tehnik yang hingga akhirnya mempengaruhi sains di Eropa dan juga kebangkitan Renaissance. Persia mulai berganti menjadi
Islam Syiah pada masa Safawi tahun 1501. Dinasti Safawi kemudian menjadi salah
satu penguasa dunia yang utama dan mulai mempromosikan industri di Iran.
Saat ini jiwa
perdamaian belum merata ke seluruh dunia karena dasar kebudayaan yang sekarang
berkuasa adalah kebudayaan imperialisme, yang mana didasarkan kepada
nasionalisme dengan segala pertentangan dengan segala daya dan upayanya setiap
Negara yang kuat hendak menghisap Negara-negara kecil lainnya maka sudah
menjadi hak setiap bangsa yang masih dijajah, bahkan harus menjadi kewajiban
pertama, berusaha menghancurkan belenggu si penjajah karena penjajahan itulah
bibit segala pemberontakan dan peperangan (Haekal, tanpa tahun: 669).
Kebudayaan Islam
lahir atas dasar yang bertolak belakang dengan dasar kebudayaan Barat. Islam
lahir atas dasar rohani yang mengajak manusia supaya pertama kali dapat
menyadari hubungannya dengan alam dan tempatnya dalam alam ini dengan
sebaik-baiknya. Kalau kesadaran ini sudah sampai pada batasan iman, maka
imannya itu mengajaknya supaya ia terus-menerus mendidik dan melatih diri
membersihkan hatinya selalu, mengisi jantung dan pikirannya dengan
prinsip-prinsip yang luhur, prinsip-prinsip harga diri, persaudaraan, cinta
kasih, kebaikan, dan berbakti. Atas dasar prinsip inilah manusia hendaknya
menyususn kehidupan ekonominya. Cara bertahap inilah dalam kebudayaan Islam,
seperti wahyu yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad, yakni mula-mula adalah
kebudayaan rohani dan sistem kerohanian di sini adalah dasar sistem pendidikan
serta dasar pola-pola etik atau akhlak (Haekal, tanpa tahun: 598).
2.2 Perkembangan Yahudi di Israel
Orang-orang Yahudi
selalu menganggap bangsa-bangsa lain di dunia ini lebih rendah dari mereka.
Mereka berpegang teguh pada pikiran sebagai bangsa pilihan sehingga mereka tak
dapat menjawab tantangan agama Kristen dan Islam maka mereka menjadi mundur di
jiwa dan pikirannya. Agama Kristen dan Islam dianggap memiliki kejadian
terpenting di dalam sejarah. Agama Yahudi sendiri sebenarnya dianggap sebagai
sisa kebudayaan yang telah musnah yakni kebudayaan dari peradaban masyarakat
Timur Tengah Lama yang meninggalkan tiga pecahan yaitu agama Yahudi, Samaria,
dan Persia. Orang Yahudi menghendaki berdirinya suatu kerajaan yang terkenal di
dunia imperium-imperium besar dan menghendaki Yerussalem menjadi ibukota dunia
di mana mereka membentuk ras penguasa.
Dari penyelidikan
buku-buku yang ditinggalkan oleh Yahudi dari kedua Kerajaan Israel dan Judea
terlihat adanya perubahan besar yang dialami watak Jehovah atau pemikiran
ketuhanan menurut Yahudi. Penyusunan buku-buku budi pekerti agama Yahudi telah
menghabiskan waktu sekitar 1.400 tahun yang mana dimulai pada abad 10 SM,
ketika ulama-ulama Yahudi mulai mengarang buku-buku Taurat sampai selesainya
Talmud Babylonia pada separoh kedua abad 5 M. Talmud Palestina telah
disempurnakan di Galilee seperempat terakhir abad 4 M. Tidak aneh jika
pemikiran Ketuhanan itu berkembang dalam masa yang panjang dari sejarah Yahudi
ini di mana mereka menghadapi kejadian-kejadian besar dan mengalami
perubahan-perubahan yang begitu jauh dari segi politik, sosial, dan kebudayaan
serta mengalami pengalaman-pengalaman penting yang sangat mempengaruhi
pembentukan akal mereka (Shibel, 1970: 24).
Pikiran tentang
watak Ketuhanan sampai saat ini memiliki dua jarak pokok, yaitu: Jarak pertama,
di mana menggambarkan Tuhan mereka berbentuk manusia. Wujud manusia Tuhan ini
meminta kepada pemeluk-pemeluknya tentang suatu ketaatan dan kesetiaan yang
sungguh-sungguh. Titik pandangan semacam ini tentang watak Tuhan menurut Yahudi
yang berbentuk manusia tidak ada perbedaan antara orang pandai dan orang bodoh,
baik dahulu maupun sekarang. Yahudi tidak pernah menggambarkan Tuhannya dalam
bentuk yang bersih dari simbolisasi manusia hingga mereka memandang hal ini
sebuah hakikat jiwa yang mutlak, maka meskipun pikiran tentang Tuhan bagi
mereka berkembang dari Tuhan perang untuk Israel kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang hak untuk sesama manusia dan alam semesta, namun pikiran lama Yahudi
tentang diri Tuhan yang angkuh dan dengki itu tetap melekat pada akal dan batin
mereka. Keesaan Tuhan Yahudi tidak bersifat metafisika atau sistem gaib
melainkan bersifat abstrak atau dalam bentuk dan hakikat manusia. Jarak kedua
di mana ada unsur penting dalam sifat kekal di tengah-tengah perkembangan Tuhan
Yahudi “Jehovah”. Pengertian ini tetap ada di berbagai perubahan pokok yang
menimpa watak Jehovah tetapi perubahan-perubahan tersebut berbeda-beda menurut
perbedaan masa (Shibel, 1970: 24-25).
Perubahan-perubahan
besar terjadi mulai pada masa Nabi Amos sampai generasi Isaiah ke II. Pada
periode ini muncul pengertian yang mengatakan bahwa pengetahuan adalah hasil kesungguhan.
Masa ini memiliki ciri peralihan kreatif bagi pandangan kerohanian dan
kehidupan Israel dan Judea. Tuhan Yahudi tidak bersifat Tuhan kesuburan dan
pertumbuhan karena Yahudi turun dari Padang Pasir Arab.
Pada era 40-an
Yahudi memiliki sistem pertanian yang paling Canggih di Timur Tengah dan
menguasai perekonomian dunia. Hal ini dilatar belakangi oleh sistem
pendidikannya yang luar biasa. Sejak zaman Musa tradisi mendidik anak sudah
menjadi tradisi keagamaan Yahudi dan tradisi ini tidak hanya dipelihara, tetapi
juga dikembangkan. Pendidikan merupakan hal yang sangat dihargai di kalangan
Yahudi bahkan sebelum berkembangnya filsafat-filsafat modern di Yunani. Sistematika
pendidikan Yahudi sejak dulu sudah sangat luar biasa. Pada abad pertama Masehi,
memiliki Beth Sefer (sekolah dasar)
dan Beth Midrash (sekolah lanjutan).
Murid-murid diajarkan untuk menguasai Tora dan tradisi-tradisi lisan. Biasanya
pendidikan formal baru berakhir pada usia dua puluh atau tiga puluh tahun,
namun beberapa pelajar yang dianggap mendapat karunia tertentu akan tetap melanjutkan
pendidikannya di Beth Midrash dan
merekalah yang nantinya akan menjadi seorang Rabbi. Dalam Yahudi antara
pendidikan dan ibadah tidak dipisahkan karena keduanya dianggap sama sederajat
bahkan dalam sebuah Talmud Babylonia disebutkan bahwa belajar Tora merupakan
bentuk ibadah yang paling tinggi.
Kitab Tora sendiri memiliki
beberapa tingkatan, pertama adalah tingkatan sepuluh tahun untuk Tora Lisan (Oral Tora), kedua adalah tiga belas
tahun untuk Bar Mitswa, lima belas
tahun untuk halakhot (keputusan rabirik
yang bersifat legal), delapan belas tahun untuk pernikahan, dua puluh tahun
untuk mencari kerja, dan tiga puluh tahun untuk memasuki masa dewasa penuh.
Yahudi sebagai
bangsa yang adigdaya memiliki sebuah kunci keberhasilan dalam menjalankan
misinya. Rumus mereka adalah dalam hal pendidikan. Penanaman nilai-nilai Yahudi
adalah kunci dalam mengokohkan identitas diri bangsa Yahudi sehingga dari
bangsa yang kecil menjadi besar dan memiliki arti penting dalam menguasai dunia
saat ini. Di tengah sekularisasi dunia, Yahudi tampil dalam semangat
militanisme yang terinternalisasi baik dalam kehidupan mereka. Bagi Yahudi
kitab suci umat Islam Alquran hanya menjadi kitab suci berdebu bagi orang Islam
sedangkan Taurat adalah segala-galanya rujukan dalam menjalankan ritme
kehidupan. Pengajaran Taurat adalah tentang bagaimana mengajari seorang
individu Yahudi berperilaku yang benar yang dimulai dari bagaimana mereka mampu
mengurus diri sendiri, peduli terhadap sesama Yahudi, memiliki kepedulian
tentang arti perjuangan, dan pembinaan terhadap generasi mendatang. Seorang
Yahudi harus mendekatkan diri kepada ajaran agamanya. Pendidikan Yahudi tidak
akan lepas pada tiga hal yang mutlak harus dimiliki seorang keluarga Yahudi,
yakni bagaimana pelajaran Taurat harus diberikan kepada anak, bagaimana
menciptakan sebuah masyarakat Yahudi di sekitar keluarga, dan kesinambungan
dalam menjalankan ibadah agama. Hal ini berjalan baik di Israel. Selain itu
Yahudi juga mempertahankan gen keturunannya agar tidak rusak. Mereka mengharamkan
merokok karena asap rokok dapat merusak gen-nya, seperti dapat menjadikan
keturunannya bodoh atau dungu. Meski penghasil rokok terbesar di dunia adalah
bangsa Yahudi, namun yang menjadi konsumen bukan dari bangsa Yahudi sedangkan
umat Islam berbeda dengan Yahudi, Islam justru meninggalkan pilar asasi kepada
anak, yakni pendidikan Tauhid dan Alquran.
Para orang tua
bangsa Yahudi mengajarkan pendidikan kejahatan kepada anak-anaknya sudah sejak
dini, misalnya dalam belajar matematika. Orang tua Yahudi mengajarkan “jika di
sudut sana ada 5 anak Palestina, lalu kamu tembak 3 anak itu, maka berapa anak
Palestina yang tersisa”. Selain itu orang Yahudi juga mengajarkan anak-anak
Yahudi dengan beragam persenjataan militer untuk membunuh orang muslim
Palestina. Banyak dokumentasi yang dipublikasikan oleh sejumlah kantor berita
internasional menunjukkan para orang tua dan didukung militer Yahudi
mengajarkan kepada anak-anak Yahudi menggunakan senjata militer. Hal ini
menunjukkan bahwa tradisi membunuh dan menjajah telah ditanamkan sejak dini
dalam darah bangsa Zionis-Yahudi, sebagaimana disebutkan dalam kitab suci
Yahudi, yakni kitab Talmud yang mengajarkan bahwa bangsa-bangsa non Yahudi atau
Ghoyim adalah binatang yang layak untuk dibunuh oleh kaum Yahudi. Bahkan dalam
perang Israel dengan Libanon tahun 2006 lalu, rudal-rudal Yahudi membunuh
ratusan warga sipil Libanon di mana rudal-rudal itu ditempeli dengan
surat-surat ancaman kematian yang ditulis oleh anak-anak Zionis-Yahudi (http://islampos.com).
Hal positif yang
dapat diambil dari tradisi pendidikan Yahudi yang pertama adalah anggapan bahwa
pendidikan itu setara dengan ibadah, kedua adalah moral yang dianggap baik
sebagai buah dari pendidikan yang matang, ketiga adalah pendidikan keluarga
sebagai awal pendidikan, keempat adalah pembekalan anak secara sistematis,
kelima adalah keyakinan bahwa bukan kemampuan manusia yang dapat menggali
kedalaman ilmu, tetapi Allah yang menyatakannya dalam banyak cara dan tugas
manusia adalah mencari tahu kenyataan tersebut, keenam adalah sistem pendidikan
itu sendiri yang berlangsung secara dinamis serta terbuka terhadap dunia luar.
2.3 Pengaruh Islam dan Yahudi Terhadap Bangsa Indonesia
2.3.1 Islam dan Masyarakat Indonesia
Islam
masuk ke Indonesia sekitar abad ke 7 M. daerah yang pertama kali didatangi
adalah daerah pesisir Sumatera, yaitu Kerajaan Pasai. Dalam proses
pengislamannya, selanjutnya orang Indonesia ikut mengambil peranan. Adanya
Islam di Indonesia telah ikut mencerdaskan masyarakat dan membawa peradaban
yang tinggi dan membentuk kepribadian bangsa Indonesia. Masuknya Islam di
Indonesia ada yang mengatakan dari India, Persia, dan Arab. Sarana yang
digunakan adalah melalui perdagangan, dakwah, perkawinan, pendidikan, dan
kesenian. Islam memiliki banyak penganut karena sistem yang dipakai dalam
proses Islamisasi adalah sistem keimanan siap pakai, asosiasi Islam dengan
kekayaan yang mana yang menyebarkan Islam di Indonesia adalah saudagar-saudagar
kaya, orang Islam dipandang memiliki kekuatan dalam berperang. Selain itu Islam
juga telah mengenalkan tulisan kepada masyarakat, mengajarkan untuk penghafalan
Alquran, tokoh-tokoh Islam mampu menyembuhkan penyakit, misalnya Raja Patani
yang masuk Islam karena telah disembuhkan penyakitnya oleh Syaikh Pasai, serta
Islam telah mengajarkan tentang moral.
Islam dengan cepat
tersebar di Melayu-Indonesia karena ada tiga faktor utama yang ikut mempercepat
proses penyebaran Islam di wilayah tersebut. Pertama ajaran Islam menekankan pada
prinsip ketauhidan dalam sistem kebudayaan. Ajaran ketauhidan ini identik
dengan liberasi atau pembebasan. Hal ini memberikan pegangan yang kuat bagi
para pemeluknya untuk membebaskan diri dari ikatan kekuatan apapun selain
Tuhan. Konsekuensi dari ajaran tauhid ini adalah Islam juga mengajarkan prinsip
keadilan dan persamaan dalam tata hubungan kemasyarakatan. Kedua adalah
fleksibilitas atau daya lentur agama Islam. Dalam pengertian ini bahwa Islam
merupakan kodifikasi nilai-nilai universal karena ajaran Islam dapat berhadapan
dengan berbagai bentuk dan jenis situasi kemasyarakatan. Watak semacam inilah
kehadiran Islam di suatu wilayah tidak langsung merombak tatanan nilai yang
telah mapan. Nilai-nilai yang berkembang di masyarakat seperti sabar, rendah
hati, mementingkan orang lain, dan sebagainya disubordinasikan ke dalam ajaran
Islam, sedangkan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam seperti paganistik,
dilakukan Islamisasi secara berangsur-angsur. Ketiga adalah sifat-sifat Islam
yang demikian pada gilirannya dipandang oleh masyarakat Indonesia sebagai
institusi yang amat dominan melawan kolonialisme bangsa Eropa (Huda, 2007:
43-44).
(Huda,2007: 280)
Salah satu hal yang paling mencolok dalam perkembangan Islam di Indonesia
adalah nuansa mistik yang begitu kuat di kalangan muslim. (Huda,2007: 281) Para
ahli mistik dari berbagai tradisi keagamaan cenderung menggambarkan
langkah-langkah yang membawa kepada ke hadirat Tuhan sebagai “jalan”. Menurut
Annemarie Schimmel, ada tiga “jalan” yakni dalam agama Kristen dibagi menjadi via purgativa, via contemplativa, dan via illuminativa yang dalam batas-batas
tertentu mirip dengan syariat, tarekat, dan hakikat dalam agama Islam. Ketiga
konsep tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain.
Perkembangan Islam
di Indonesia sebenarnya menggunakan tiga metode, yakni yang pertama disebarkan
oleh para pedagang muslim dalam suasana damai, kedua disebarkan oleh para juru
dakwah dan para wali khusus dari India dan Arab untuk mengislamkan penduduk dan
meningkatkan ilmu pengetahuan serta keimanan mereka, ketiga disebarkan dengan
kekuatan untuk berperang melawan pemerintahan kafir. Metode terakhir inilah
terjadi setelah sebuah Kerajaan Islam berdiri di Indonesia di mana
kadang-kadang Islam disebarkan dari sana ke kawasan-kawasan lain melalui
peperangan (Huda, 2007: 41).
(Hatta, 1957: 16)
Islam adalah agama, bukan ilmu. Sebagai agama Islam tidak dapat langsung
memberi isi kepada ilmu. Sumbangan Islam kepada ilmu terdapat pada anjurannya
kepada penganut-penganutnyauntuk mempelajari ilmu sebanyak-banyaknya di mana
saja dan dari siapa saja. Kaum muslimin diharuskan menuntut kemuliaan hidup dan
ketinggian derajat dan untuk mencapai tingkat itu perlu benar-benar ilmu
pengetahuan. Itulah sebabnya maka diharuskan untuk menuntut ilmu. (Hatta, 1957:
19) Islam artinya damai, tidak di dalam ibadatnya saja, juga dalam salamnya
orang Islam mengucapkan damai. Damai bagi segala umat manusia dan damai pula
hukum yang setinggi-tingginya di dalam Islam. Hanya dunia yang damai
berdasarkan persaudaraan antara segala manusia dapat menimbulkan kesejahteraan
dan kemakmuran dalam masayarakat. Sebenarnya didikan Islam adalah didikan
damai. Islam memimpin ke jalan yang damai, mengajarkan untuk berhati sabar,
tetapi semuanya di atas dasar kebenaran dan keadilan, Karena hanya kebenaran
dan keadilan yang dapat menimbulkan suasana damai.
Pendidikan agama
Islam di Indonesia dengan menggunakan bahasa Arab yang mana merupakan lembaga
pendidikan paling penting diantara orang-orang Indonesia khususnya Jawa yang
lazim disebut dengan Pesantren (Steenbrink, 1991: 2). Dalam perjalanan sejarah
selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda hendak melaksanakan satu jenis
pendidikan yang berdasarkan pribumi murni secara teratur dan disesuaikan dengan
masyarakat desa yang dihubungkan erat pada pendidikan Islam yang sudah ada
sebelumnya. Prinsip mereka adalah harus menghormati unsur pribumi dalam
masyarakat dan keenggaan menolak kebudayaan asli dalam hubungannya dengan
kebudayaan asing yang bercorak barat, namun pada kenyataannya pemerintah kolonial
selalu memilih jalan lain daripada menyesuaikan diri dengan pendidikan Islam. Tokoh
pertama dari kalangan pegawai kolonial Belanda yang secara penuh bekerja untuk
pendidikan masyarakat non-Eropa adalah J.A. Van Der Chijs. Ia menolak untuk
menyesuaikan pendidikan Islam yang ada berdasarkan alasan teknis pendidikan. Ia
mengatakan bahwa dirinya sangat setuju bila sekolah pribumi diselingi dengan
kebiasaan pribumi, akan tetapi ia menolaknya karena kebiasaan tersebut terlalu
jelek dan tidak dapat digunakan dalam sekolah pribumi. Kebiasaan tersebut
adalah diantaranya adalah metode membaca teks Arab yang hanya dihafal tanpa
dimengerti sehingga tradisi didaktis ini tidak dapat dimanfaatkan sebagai titik
tolak untuk mengembangkan suatu sistem pendidikan umum.
Pada saat yang sama
beberapa sekolah juga didirikan di Minahasa dan Maluku yang dikelola oleh zending atau Badan penyelenggara
penyebaran agama Kristen Protestan dan mendapat subsidi dari pemerintah. Tidak
jauh berbeda dengan pendidikan Islam misalnya Pesantren, sekolah ini juga
bergerak dalam bidang agama. Dalam perkembangan selanjutnya, sekolah zending akhirnya masuk dalam sistem
pendidikan umum pemerintahan. Pelajaran agama sudah mulai dikurangi dan diganti
dengan pelajaran umum. Hal ini dapat dilakukan dengan mudah karena adanya
kemauan kuat dan dorongan oleh subsidi pemerintah. Sering kali pemerintah turun
tangan dan mencampuri masalah pendidikan di sekolah zending, sedangkan dalam pendidikan Islam agak sulit untuk menjalin
hubungan dengan pemerintah (Steenbrink, 1991: 6).
Pada awal abad ke
20 M tumbuh keinginan oleh para pemikir untuk membuat sebuah sistem pendidikan
umum dan mencari kemungkinan untuk melibatkan pendidikan Islam. Hal ini
disebabkan karena pendidikan Islam dibiayai oleh rakyat sendiri sehingga sering
mendapat kendala dan bila sistem pendidikan umum dapat terealisasi, maka biaya
yang ditanggung rakyat akan lebih murah karena ada subsidi dari pemerintah,
tetapi karena alasan politik, penggabungan sistem tersebut tidak terlaksana
sebagai akibat konsekuensi logis dari kebijakan pemerintahan Belanda yang tidak
ingin campur tangan dengan pendidikan Islam. Sejak saat itu pendidikan Islam
mengambil jalan sendiri, lepas dari pemerintahan dan tetap berpegang pada
tradisi sendiri tetapi juga terbuka untuk perubahan dalam tradisinya. Semenjak
permulaan abad ke 20 M, pendidikan Islam mulai mengembangkan satu model
pendidikan sendiri yang terpisah dari sistem pendidikan Belanda dan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Sistem pendidikan umum di Indonesia
bukanlah timbul akibat penyesuaiannya dengan pendidikan Islam akan tetapi pendidikan
Islamlah yang lama-kelamaaan menyesuaikan diri dan masuk ke dalam sistem
pendidikan umum. (Steenbrink, 1991: 35) Keadaan
pendidikan Islam pada awal abad ke 20 M, yang pertama yaitu pengajaran
Alquran yang mana merupakan pendidikan yang paling sederhana karena hanya
dipusatkan pada Alquran. Biasanya dilakukan secara individual di rumah kyai,
guru, langgar atau surau. Kedua adalah pengajian kitab yang mana pada umumnya
pengajian kitab ini berbeda dengan pengajian Alquran. Kemudian untuk meresapkan
jiwa ke-Islaman, pesantren tidak hanya dihormati sebagai tempat belajar, tetapi
lebih ditekankan sebagai tempat tinggal yang seluruhnya dipenuhi dan diresapi
dengan nilai-nilai agama.
Dalam
perkembangannya, Islam di Indonesisa mulai mengenal istilah Islam liberal mulai
tahun 1950-an, tetapi mulai berkembang pesat di Indonesia pada tahun 1980-an,
yaitu oleh tokoh utama dan sumber rujukan utama komunitas atau jaringan Islam
Liberal, Nurcholish Madjid. Namun meskipun Nurcholish sendiri tidak pernah
menggunakan istilah Islam Liberal untuk mengembangkan gagasan-gagasan pemikiran
Islamnya, tapi ia tidak menentang ide-ide Islam Liberal. Karena itu Islam
Liberal sebenarnya tidak berbeda dengan gagasan-gagasan Islam yang dikembangkan
oleh Nurcholish Madjid dan kelompoknya, yaitu kelompok Islam yang tidak setuju
dengan pemberlakuan syari’at Islam (secara formal oleh negara), kelompok yang
getol memperjuangkan sekularisasi, emansipasi wanita, menyamakan agama Islam
dengan agama lain (pluralisme teologis),
memperjuangkan demokrasi barat dan sejenisnya (Husaini,2002: 2-3).
Menonjolkan azas
atau ideologi dari partai-partai dalam falsafah Pancasila di Indonesia sangat
ekstrim dan sekarang tinggal memperjuangkan pelaksanaannya dalam kehidupan
sehari-hari. Mempertentangkan ideologi atau azas di dalam negeri sebenarnya
sudah bukan waktunya lagi. Selama ini pertentangan ideologi atau azas di
Indonesia dilator belakangi oleh dua faktor, yakni pertama dalam zaman
perjuangan kemerdekaan, aspirasi Islam dan aspirasi Nasionalisme adalah senjata
dalam melawan penjajah. Kedua, pembentukan kabinet atau demokrasi parlementer
membuat parlemen mempunyai kedudukan yang kuat di mana partai menyalah gunakan
kesempatan dengan menonjolkan azas ideologi dan selanjutnya untuk itu dengan
sendiri dan atau bersama-sama membina kekuatan atau machtsvorming (Mintaredja, 1972: 55).
Pendidikan Islam di
Indonesia yakni pesantren telah mengalami perkembangan. Perubahan-perubahan di
dalam tubuh pesantren mempengaruhi kemunculan pembaharuan pendidikan Islam di
Indonesia. Selain itu pada awal abad ke 20 M, pesantren masih sangat konservatif,
belum banyak ilmu-ilmu modern yang diadopsi oleh pesantren. Pendidikan Islam
Pesantren juga berperan penting dalam menentukan arah pembaharuan pendidikan
Islam di Indonesia, bahkan sampai sekarang pesantren masih menjadi sentral
pendidikan Islam di Indonesia meskipun coraknya sudah berbeda dengan pesantren
pada awal abad ke 20 M.
2.3.2 Kebijaksanaan Pemerintah Republik
Indonesia dalam bidang pendidikan Islam.
Pada
tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka. Tapi musuh-musuh Indonesia tidak
diam, bahkan berusaha untuk menjajah kembali. Pada bulan Oktober 1945 para
ulama di Jawa memproklamasikan perang jihad
fisabilillah terhadap Belanda (Sekutu). Di tengah-tengah berkorbannya
revolusi fisik, pemerintah RI tetap membina pendidikan agama pada khususnya.
Pembinaan pendidikan agama itu secara formal institusional dipercayakan kepada
Departemen Agama dan Departemen P & K (Dep Dik Bud). Oleh karena itu maka
dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut
untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta).
Adapun pembinaan pendidikan agama di sekolah agama ditangani oleh Departemen
Agama sendiri.
Pada
tahun 1950 di mana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia,
maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia makin
disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh Prof.
Mahmud Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari Departemen P & K.
Hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951.
Isinya ialah :
a.
Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV
Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar).
b.
Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya
kuat (misalnya di Sumatera, Kalimantan, dan lain-lain), maka pendidikan agama
diberikan mulai kelas 1 SR dengan catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak
boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya
diberikan mulai kelas IV.
c.
Di Sekolah Lanjut Tingkat Pertama dan Tingkat
Atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
d.
Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid
sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua atau walinya.
e.
Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan
agama dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Tehnik pelaksanaan
pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu sehubungan dengan berkembangnya
cabang ilmu pengetahuan dan perubahan sistem proses belajar dan mengajar.
Misalnya tentang materi pendidikan agama diadakan pengintegrasian dan
pengelompokan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu (Zuhairini,1997:
147). Usaha-usaha pendidikan agama di masyarakat, yang kelak dikenal dengan
pendidikan non-formal, ternyata mampu menyediakan kondisi yang sangat baik
dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat
bagi umat Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan
lebih sempurna.
Sistem
pendidikan agama Islam mengalami perubahan sejalan dengan perubahan zaman dan
pergeseran kekuasaan di Indonesia. Kejayaan Islam yang mengalami kemunduran
sejak jatuhnya Andalusia kini mulai bangkit kembali dengan munculnya gerakan
pembaharuan Islam. Sejalan dengan itu pemerintahan jajahan (Belanda) mulai
mengenalkan sistem pendidikan formal yang lebih sistematis dan teratur yang
mulai menarik kaum muslimin untuk memasukinya. Oleh karena itu sistem pendidikan
Islam di surau, langgar dan masjid atau tempat lain yang semacamnya, dipandang
sudah tidak memadai lagi dan perlu di perbaharui dan disempurnakan.
Jadi
keinginan untuk membenahi, memperbaharui dan menyempurnakan sistem pendidikan
Islam ini disebabkan oleh dua hal, yakni :
a.
Semakin banyaknya kaum muslimin yang bisa
menunaikan ibadah haji ke Makkah dan belajar agama di sana, maka setelah pulang
kembali ke tanah air Indonesia timbullah keinginan untuk mempraktekkan
cara-cara penyelenggaraan pendidikan pengajaran Islam seperti di Makkah, yang
pada waktu itu Islam mulai bangkit kembali yang dipelopori oleh Syekh Moh. Abdul,
Syekh Moh. Rasyid Rida, dan lain-lain.
b.
Pengaruh sistem pendidikan Barat yang
mempunyai program yang lebih terkoordinir dan sistematis yang ternyata telah
berhasil mencetak manusia terampil dan terdidik yang semakin jauh dari ajaran
Islam.
Dengan membawa
pikiran-pikiran baru Islam ke Indonesia dan dalam usaha untuk mengejar
ketertinggalan di bidang pendidikan dan pengajaran, maka orientasi pendidikan
dan pengajaran agama Islam di Indonesia mengalami perubahan. Apabila semula,
tujuan pokok dari pendidikan Islam adalah agar anak-anak dapat membaca
Al-Qur’an dan mengetahui pokok-pokok ajaran Islam yang perlu dilaksanakan
sehari-hari seperti salat, puasa, zakat, dan lain-lain, maka dengan
pikiran-pikiran baru ini disamping materi-materi pokok seperti tersebut di atas
juga dipentingkan pemberian ilmu alat untuk mempelajari agama Islam dari
sumbernya yang asli yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Ilmu alat yang dimaksud adalah
bahasa Arab. Dengan menguasai bahasa Arab orang akan dapat menggali
ajaran-ajaran Islam dari sumbernya, sehingga dapat mengembangkan agama Islam
dengan cara yang lebih baik. Realisasi dari keinginan-keinginan ini diperkuat
adanya kenyataan bahwa penyelenggaraan pendidikan menurut sistem sekolah
seperti sistem Barat akan memberi hasil yang lebih baik. Justru itulah mulai
diadakan usaha-usaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada.
Pendidikan Islam di surau, langgar, masjid atau tempat-tempat lain yang
semacamnya disempurnakan menjadi madrasah, pondok pesantren atau
lembaga-lembaga pendidikan yang berdasarkan keagamaan.
Dalam perkembangannya sistem madrasah ini
dibedakan menjadi dua macam yaitu madrasah yang khusus memberi pendidikan dan
pengajaran agama disebut Madrasah Diniyah,
dan madrasah yang di samping memberikan pendidikan dan pengajaran agama juga
memberi pelajaran umum. Untuk tingkat dasar disebut Madrasah Ibtida’iyah. Untuk tingkat menengah pertama disebut
Madrasah Sanawiyah dan untuk tingkat menengah atas disebut Madrasah Aliyah. Sejalan
dengan makin meningkatnya akan kebutuhan pendidikan dan pengajaran agama Islam,
maka muncul pula lembaga-lembaga pendidikan formal yang berdasarkan keagamaan,
di mana pendidikan agama merupakan program yang pokok, misalnya SMP Islam, SKP
Islam, SPG Islam dan sebagainya.
Demikian pula setelah kita berhasil merebut
kemerdekaan dan kita telah merdeka, pemerintah Indonesiapun sangat
memperhatikan tumbuhnya pendidikan agama Islam. Dalam hal ini pendidikan agama
Islam dijadikan salah satu bidang studi yang diintegrasikan dalam kurikulum
sekolah. Dan pada waktu ini semua lembaga-lembaga pendidikan agama, baik
formal, informal dan non formal berjalan dan berkembang terus, dan khusus
mengenai pendidikan agama di sekolah, MPR telah menetapkan dalam GBHN bahwa
pendidikan agama dimasukkan dalam kurikulum sekolah sejak dari sekolah dasar
sampai universitas negeri.
2.3.3 Pengaruh Yahudi di Indonesia
Terdapat
komunitas kecil Yahudi yang tidak diakui di Jakarta dan Surabaya. Pendirian
Yahudi awal di Indonesia ini berasal dari Yahudi Belanda dan Jerman yang tinggal
di Jakarta yang mana pada waktu itu masih disebut Batavia yang datang untuk
berdagang rempah-rempah. Konon, bangsa Yahudi sudah ada di Indonesia sejak
zaman kolonial Belanda. Menurut Alwi pada tahun 1930-an dan 1940-an, jumlah
orang Yahudi cukup banyak di Jakarta, bahkan bisa mencapai ratusan orang.
Mereka pandai berbahasa Arab sehingga sering dikira sebagai keturunan Arab, dan
bahkan Gubernur Jenderal Belanda, Residen, dan Asisten Residen Belanda di
Indonesia banyak yang keturunan Yahudi, misalnya Gubernur Jenderal AWL Tjandra
van Starkemborgh Stachouwer (1936-1942). Zionis-Yahudi mengakar kuat di
Indonesia melalui antek-antek yang ada di Indonesia. Mereka berhasil menguasai
sector ekonomi terutama di bidang perbankan dan memasuki budaya Indonesia. Zionis-Yahudi
merupakan gerakan tertutup dan aktivitas mereka berkedok pada kegiatan sosial
atau kemanusiaan dan sasaran yang dituju adalah untuk merusak kaum lain.(http://www.akhirzaman).
Setelah
Indonesia memperoleh kemerdekaannya, pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno,
hak penganut Yahudi sempat disamakan dengan agama lainnya, seperti Islam,
Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, dan Budha. Bahkan melalui keputusan
Menteri Agraria yang dirilis pada tahun 1961 menyatakan bahwa beliau mengakui
kaum agama Israelit (sebutan kaum agama Yahudi pada masa itu) diakui sebagai
agama resmi di Indonesia. Tidak banyak yang mengetahui juga bahwa 10 November
1945 juga telah melahirkan seorang pejuang yang berasal dari bangsa Yahudi
Surabaya, yakni Charles Mussry.
Bangsa Yahudi yang
selalu mementingkan pendidikan. Pendididkan tidak hanya terbatas pada kegiatan
di kelas seperti mendengarkan, mencatat, dan menghafal, tetapi juga dengan
kegiatan yang lain yang mana pendidikan itu dimulai dari dalam kandungan,
seperti membiasakan diri untuk mengerjakan soal, mencintai sains, ilmu eksakta,
musik, dan kegiatan lain yang dapat berarti untuk menghargai pendidikan,
misalnya adalah dalam hal ketelitian tentang makanan yang masuk ke dalam
tubuhnya. Memilah-milah bagian makanan ketika menyantap ikan. Hal ini dirasa
penting untuk kebaikannya sendiri. Saat ini Indonesia juga belajar melakukan apa yang dilakukan oleh orang
Yahudi dalam hal makanan karena hal tersebut juga memberi dampak yang positif
terhadap tubuh.
Terdapat
beberapa institusi di Asia tenggara khususnya
Indonesia yang menjadi pilar utama jaringan Amerika Serikat.
Institusi-institusi yang terdiri dari berbagai Ormas Islam dijadikan target
oleh jejaring Amerika Serikat di Indonesia, baik melalui aparat pemerintah
maupun aktivis LSM. Organisasi lain yang dianggap cukup mapan adalah Jaringan
Islam Liberal. Lembaga pendidikan dianggap sebagai kunci dalam pengembangan
liberalisme, yaitu melalui Pesantren dan Madrasah yang banyak tersebar di
Indonesia. Selain itu juga berbagai
Universitas Negeri Islam dan Universitas lain yang berada di bawah naungan
Ormas Islam juga disusupi oleh para antek Zionis dan Amerika. Mereka mengadakan
pertemuan-pertemuan rutin di Amerika Serikat
dengan mengundang beberapa aktivis dan cendekiawan dari Indonesia dan
sering kali mereka yang telah direkrut tersebut sering kali dijamu makan malam
di Capitol Hill yaitu Gedung Kongres
Amerika Serikat dan kadang di jamu di Gedung Putih, kantor Presiden Amerika
Serikat.
Selain
itu media massa juga memiliki pengaruh, salah satunya adalah jaringan Radio
Islam dengan tajuk Liberal Religion and
Tolerance yang telah dikelola oleh Kantor Berita Radio 68 H milik Goenawan
Mohammad, seorang jurnalis senior yang juga pemilik Majalah Tempo yang pernah
mendapat penghargaan dua kali dari Israel. Transkrip dialog radio ini telah
dipublikasikan di jaringan Jawa Pos Group dan sindikatnya.
Saat
ini pengaruh Zionis di Indonesia dapat dilihat juga misalnya pada pemerintahan
SBY. Selain itu pemerintahan SBY telah membawa misi Zionis-Yahudi seperti
adanya privatisasi BUMN, adu domba antar pemimpin masyarakat dalam kasus
bailout Bank Century dan kasus Antasari Azhar. Hal ini dimaksudkan agar NKRI
pecah sehingga sumber daya alam yang berupa barang tambang dapat dikuasai oleh
antek-antek Zionis-Yahudi. Selain itu juga banyak dijumpai lambang-lambang
Yahudi di Indonesia seperti mata satu sebagai lambang ICW, Bintang Daud di
Gedung Kementrian Keuangan, Jangka, Huruf G pada GlobalTV, dan mungkin masih
banyak lagi yang tanpa kita sadari itu adalah lambang dari Yahudi. Selain
lambang, tanpa disadari juga bahwa masyarakat Indonesia telah banyak membeli
dan mengkonsumsi barang dan makanan produk dari bangsa Yahudi, dengan demikian
sangatlah besar pengaruh Yahudi dalam berbagai bidang.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Pendidikan
merupakan proses belajar mengajar yang membiasakan masyarakatnya untuk
menggali, memahami, dan mengamalkan terhadap semua nilai yang telah disepakati.
Pendidikan Islam berawal dari kebudayaan Islam yang lahir atas dasar yang bertolak belakang dengan
dasar kebudayaan Barat. Islam lahir atas dasar rohani yang mengajak manusia
supaya pertama kali dapat menyadari hubungannya dengan alam dan tempatnya dalam
alam ini dengan sebaik-baiknya. Islam mengajarkan tentang moral atau akhlak,
surga dan neraka.
2.
Hal positif yang dapat diambil dari tradisi
pendidikan Yahudi yang pertama adalah anggapan bahwa pendidikan itu setara
dengan ibadah, kedua adalah moral yang dianggap baik sebagai buah dari pendidikan
yang matang, ketiga adalah pendidikan keluarga sebagai awal pendidikan, keempat
adalah pembekalan anak secara sistematis, kelima adalah keyakinan bahwa bukan
kemampuan manusia yang dapat menggali kedalaman ilmu, tetapi Allah yang
menyatakannya dalam banyak cara dan tugas manusia adalah mencari tahu kenyataan
tersebut, keenam adalah system pendidikan itu sendiri yang berlangsung secara
dinamis serta terbuka terhadap dunia luar.
3.
Pengaruh
Islam dan Yahudi di Indonesia sangat besar, hanya saja yang membedakan dua
agama ini adalah, Islam merupakan agama yang terbuka (dalam arti) melakukan
kegiatan-kegiatan keagamaan dan tidak berkedok apapun untuk mencapai
cita-citanya, sedangkan Yahudi merupakan agama yang tertutup (dalam arti)
melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan dan sering kali berkedok kemanusiaan
untuk menjalankan misinya.
3.2
Saran
Sebagai penerus bangsa Indonesia yang
terpelajar dan terdidik, kita harus mampu membangun bangsa, mengisi pembangunan
bangsa dengan cara yang bermoral. Selalu berusaha untuk mengutamakan
kepentingan orang banyak, berhati-hati dalam setiap mengambil tindakan.
Pengaruh kebudayaan dari luar hendaknya disaring dan disesuaikan dengan
kepribadian bangsa Indonesia, karena setiap pengaruh kebudayaan dari luar yang
masuk ke Indonesia akan mempengaruhi terhadap karakter anak bangsa.
DAFTAR RUJUKAN
Buku:
Haekal, Muhammad Husain. Tanpa tahun. Sejarah Hidup Muhammad.
Hatta, Muhammad. 1955. Islam Masyarakat Demokrasi dan Perdamaian. Jakarta: Tintamas.
Husaini,
Adian dan Nuim Hidayat. 2002. Islam
Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabannya. Jakarta: Gema
Insani.
Karel,
A. Steenbrink. 1991. Pesantren, Madrasah,
Sekolah: Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES.
Mintaredja,
Moh. Syafa’at. 1972. Sebuah Renungan dan
Pembaharuan Pemikiran: Islam dan Politik Islam dan Negara di Indonesia. Jakarta:
Embassy Of The United Arab Republic Jakarta.
Nor,
Huda. 2007. Islam Nusantara, Sejarah
Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Yogyakarta: Ar Ruz Media.
Shibel, Fuad Muhammad. 1970. Masalah Yahudi Internasional. Jakarta:
Buton Bintara.
Soeroto. 1954. Indonesia di Tengah-tengah Dunia dari Abad ke Abad. Djambatan.
Zuhairini,dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Internet:
Fatkhullah,
Mukhammad. 2012. Belajar dari Bangsa Yahudi : Apa itu Pendidikan, Memulai, dan Memilah.
(Online) (http://aspirasiku.com/2012/07/30/belajar-dari-bangsa-yahudi-apa-itu-pendidikan-memulai-dan-memilah/). Kamis, 20 September 2012.
N.N. 2012. Agama di Indonesia. (Online) (http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia).
Kamis, 20 September 2012.
N.N.
2012. Jaringan Yahudi di Indonesia Sudah Ada Sejak Zaman VOC. (Online) (http://www.akhirzaman.info/secret-societies/101-the-builders/1792-jaringan-yahudi-di-indonesia-sudah-ada-sejak-zaman-voc.html). Kamis, 20 September 2012.
Ratna.
2012. Anak-anak Yahudi Belajar Pendidikan Kejahatan. (Online) (http://islampos.com/anak-anak-yahudi-belajar-pendidikan-kejahatan/) Kamis, 20 September 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar