Rabu, 10 September 2014

MAKALAH ISLAM DAN YAHUDI



DAFTAR ISI


DAFTAR ISI…………………………………………………………………..  1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 2
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................     3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Islam di Persia......................................................................... 4
2.2 Perkembangan Yahudi di Israel...................................................................... 6
2.3 Pengaruh Islam dan Yahudi Terhadap Bangsa Indonesia..........................     9
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan................................................................................................    19
3.2 Saran............................................................................................................. 19
DAFTAR RUJUKAN……………………………………………………….  21






BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Israel merupakan salah satu Negara yang berada di Timur Tengah yang dikelilingi oleh Laut Tengah, Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, dan Gurun Pasir Sinai. Israel juga merupakan satu-satunya Negara Yahudi di dunia. Namun di sana pun juga terdapat beberapa kelompok etnis minoritas seperti etnis Arab tetapi berkewarganegaraan Israel, kelompok Muslim, Kristen, Druze, dan Samaria. Israel mengenal konsep EretzYisrael yakni konsep Yudaisme yang mana sudah ada sejak masa Israel kuno.
Selain Israel,  di Timur Tengah juga terdapat Negara Iran atau Persia. Persia pernah dikuasai oleh bangsa Madia dan bangsa Persia yang mana keduanya adalah bangsa Indo-Jerman. Pada mulanya yang berkuasa adalah bangsa Madia sekitar tahun  612 SM yang bekerjasama dengan bangsa Babylonia merebut dan membakar Niniveh untuk merobohkan Kerajaan Assyria. Namun tahun 550 SM oleh Cyrus, bangsa Madia dan bangsa Persia telah dipersatukan dan semenjak itu bangsa Persia memegang peranan terpenting meskipun yang memiliki kedudukan tinggi adalah bangsa Persia (Soeroto, 1954: 26).  Saat ini nama Persia dan Iran sudah menjadi kebiasaan, Persia digunakan untuk isu sejarah dan kebudayaan, sedangkan Iran digunakan untuk isu politik. Persia ini merupakan bangsa yang kemudian hari memproklamirkan diri sebagai Republik Islam Iran yang mana telah didominasi oleh muslim Syi’ah.
Sama halnya dengan Persia, Indonesia pun juga memiliki agama Islam, karena penyebaran Islam telah sampai di Indonesia yang mana disebarkan oleh kaum pedagang dan juga para wali. (Huda, 2007: 279) Islam di Indonesia memiliki salah satu cirri yang mencolok yakni nuansa mistik yang begitu kuat di kalangan kaum Muslim. Dengan corak seperti inilah sebagaimana yang dikatakan oleh beberapa ahli tentang orang-orang Indonesia memeluk Islam. Islamisasi di Indonesia diawali ketika tasawuf menjadi corak pemikiran yang dominan di dunia Islam. Israel, Persia, dan Indonesia memiliki bnayak hubungan, bahkan pendidikan yang telah diterapkan di Indonesia sendiri tidak lepas dari pengaruh Israel dan Persia.
Pengaruh Persia tentang Islam dan Israel tentang Yahudi telah masuk dan mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia yang diwujudkan dengan pesantren dan juga pengaruh Zionis-Yahudi yang secara tertutup masuk dalam setiap Ormas, institusi, dan bahkan kegiatan-kegiatan lain tanpa bangsa Indonesia sadari, maka dari itu berangkat dari ketertarikan inilah penulis membahas makalah yang berjudul Pengaruh Islam dan Yahudi Terhadap Karakter Bangsa Indonesia.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan Islam di Persia?
2.      Bagaimana perkembangan Yahudi di Israel?
3.      Bagaimana pengaruh Islam dan Yahudi terhadap bangsa Indonesia?














BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Islam di Persia
2.1.1 Persia Awal
            Persia memiliki sejumlah kekaisaran yang bersejarah yang berkuasa di dataran tinggi Iran, Tanah Air asal bangsa Persia, yakni:
1)      Kekaisaran Media dan Akhemeniyah (3200 SM – 330 SM)
Kekaisaran Media (728 – 550 SM) ini telah menjadi simbol pendiri bangsa dan juga kekaisaran Iran. Kemudian disusul dengan Kekaisaran Akhemeniyah (648-330 SM) yang didirikan oleh Koresh Yang Agung. Koresh Agung juga terkenal sebagai pemerintah pertama yang mewujudkan undang–undang mengenai hak-hak kemanusiaan. Beliau juga merupakan pemerintah pertama yang memakai gelar Agung dan juga Shah Iran. Pada masa pemerintahannya, perbudakan dilarang di kawasan-kawasan taklukannya atau juga dikenal sebagai Kekaisaran Persia. Gagasan ini kemudian member dampak yang besar pada peradaban – peradaban manusia setelah zamannya. Kekaisaran Persia kemudian diperintah oleh Cambyses selama tujuh tahun (531 – 522 SM) dan kemangkatannya disusul dengan perebutan kekuasaan, hingga akhirnya Darius Yang Agung (522 – 486 SM) menang dan dinyatakan sebagai raja.
Persia di bawah pemerintahan Koresh yang Agung dan Darius yang Agung telah menjadi sebuah kekaisaran yang terbesar dan terkuat di dunia pada zaman itu. Pencapaiannya yang utama adalah sebuah kekaisaran besar yang pertama yang mengamalkan sikap toleransi dan menghormati budaya-budaya dan agama-agama di kawasan jajahannya.
2)      Kekaisaran Seleukus (330 – 248 SM)
Tahun 330 SM kekaisaran Akhemeniyah diserang oleh Kerajaan Yunani yang dipimpin oleh Alexander Agung yang bernama Seleukus dan lahirlah pemerintahan baru Persia yaitu Kekaisaran Seleukus.
3)      Kekaisaran Parthia (248 – 224 SM)
Parthia bermula dengan Dinasti Arsacida yang menyatukan dan memerintah dataran tinggi Iran serta juga menakhlukkan wilayah timur Yunani pada awal abad ke 3 M dan juga Mesopotamia tahun 150 SM – 224 M. Kekaisaran ini berkuasa selama lima abad dan raja terakhirnya kalah dengan kekaisaran lindungannya yakni Sassania.
4)      Kekaisaran Sassania
Kekaisaran ini telah membangun kembali ekonomi dan militer Persia. Pada masa pemerintahan Noshirwan, Sassania mencapai puncak kejayaan karena telah mengadakan politik perdamaian dengan Justinianus di Afrika Utara dan Semenanjung Italia. Noshirwan dengan tiba-tiba menyerang Byzantium di Syiria dan berhasil menduduki Antiocthia. Akibat dari pertempuran ini Byzantium dan Sassania menjadi lemah, apalagi dengan ditambah adanya serangan dari tentara Islam, Sassania tidak berdaya dan sepuluh tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW Iran seluruhnya jatuh di tangan tentara Islam (Soeroto, 1954: 53).
Bangsa Persia memiliki agama yang tinggi peradaban dan akhlaknya. Agama diajarkan kepada mereka oleh guru besarnya, yakni Zarathustra atau Zoroaster yang mana mengajarkan adanya dua dewa yaitu Ormuzd atau dewa kebaikan (dewa terang) dan Ahriman atau dewa kejahatan (dewa malam) (Soeroto, 1954: 26).
2.1.2 Islam Persia
Islam masuk memberi dampak di mana orang–orang Persia mulai membentuk gambaran Islam Persia dan juga sebagai muslim. Pada abad 8 M Persia memberi bantuan kepada Abbasiyah untuk memerangi tentara Ummayyah karena Bani Ummayyah hanya mementingkan bangsa Arab dan memandang rendah kepada orang Persia. Pada abad 9 dan 10 M terdapat beberapa ashshobiyyah Persia yang menentang gagasan Arab sebagai Islam dan muslim, tetapi kebangkitan tersebut tidak menentang identitas seorang Islam. Dampak dari kebangkitan tersebut adalah penggunaan bahasa Persia sebagai bahasa resmi Iran. Pada masa ini para ilmuan Persia menciptakan zaman kegemilangan bagi Islam karena Persia menjadi tumpuan penyebaran ilmu sains, filsafat, dan tehnik yang hingga akhirnya mempengaruhi sains di Eropa dan juga kebangkitan Renaissance. Persia mulai berganti menjadi Islam Syiah pada masa Safawi tahun 1501. Dinasti Safawi kemudian menjadi salah satu penguasa dunia yang utama dan mulai mempromosikan industri di Iran.
Saat ini jiwa perdamaian belum merata ke seluruh dunia karena dasar kebudayaan yang sekarang berkuasa adalah kebudayaan imperialisme, yang mana didasarkan kepada nasionalisme dengan segala pertentangan dengan segala daya dan upayanya setiap Negara yang kuat hendak menghisap Negara-negara kecil lainnya maka sudah menjadi hak setiap bangsa yang masih dijajah, bahkan harus menjadi kewajiban pertama, berusaha menghancurkan belenggu si penjajah karena penjajahan itulah bibit segala pemberontakan dan peperangan (Haekal, tanpa tahun: 669).
Kebudayaan Islam lahir atas dasar yang bertolak belakang dengan dasar kebudayaan Barat. Islam lahir atas dasar rohani yang mengajak manusia supaya pertama kali dapat menyadari hubungannya dengan alam dan tempatnya dalam alam ini dengan sebaik-baiknya. Kalau kesadaran ini sudah sampai pada batasan iman, maka imannya itu mengajaknya supaya ia terus-menerus mendidik dan melatih diri membersihkan hatinya selalu, mengisi jantung dan pikirannya dengan prinsip-prinsip yang luhur, prinsip-prinsip harga diri, persaudaraan, cinta kasih, kebaikan, dan berbakti. Atas dasar prinsip inilah manusia hendaknya menyususn kehidupan ekonominya. Cara bertahap inilah dalam kebudayaan Islam, seperti wahyu yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad, yakni mula-mula adalah kebudayaan rohani dan sistem kerohanian di sini adalah dasar sistem pendidikan serta dasar pola-pola etik atau akhlak (Haekal, tanpa tahun: 598).   
2.2 Perkembangan Yahudi di Israel
Orang-orang Yahudi selalu menganggap bangsa-bangsa lain di dunia ini lebih rendah dari mereka. Mereka berpegang teguh pada pikiran sebagai bangsa pilihan sehingga mereka tak dapat menjawab tantangan agama Kristen dan Islam maka mereka menjadi mundur di jiwa dan pikirannya. Agama Kristen dan Islam dianggap memiliki kejadian terpenting di dalam sejarah. Agama Yahudi sendiri sebenarnya dianggap sebagai sisa kebudayaan yang telah musnah yakni kebudayaan dari peradaban masyarakat Timur Tengah Lama yang meninggalkan tiga pecahan yaitu agama Yahudi, Samaria, dan Persia. Orang Yahudi menghendaki berdirinya suatu kerajaan yang terkenal di dunia imperium-imperium besar dan menghendaki Yerussalem menjadi ibukota dunia di mana mereka membentuk ras penguasa.
Dari penyelidikan buku-buku yang ditinggalkan oleh Yahudi dari kedua Kerajaan Israel dan Judea terlihat adanya perubahan besar yang dialami watak Jehovah atau pemikiran ketuhanan menurut Yahudi. Penyusunan buku-buku budi pekerti agama Yahudi telah menghabiskan waktu sekitar 1.400 tahun yang mana dimulai pada abad 10 SM, ketika ulama-ulama Yahudi mulai mengarang buku-buku Taurat sampai selesainya Talmud Babylonia pada separoh kedua abad 5 M. Talmud Palestina telah disempurnakan di Galilee seperempat terakhir abad 4 M. Tidak aneh jika pemikiran Ketuhanan itu berkembang dalam masa yang panjang dari sejarah Yahudi ini di mana mereka menghadapi kejadian-kejadian besar dan mengalami perubahan-perubahan yang begitu jauh dari segi politik, sosial, dan kebudayaan serta mengalami pengalaman-pengalaman penting yang sangat mempengaruhi pembentukan akal mereka (Shibel, 1970: 24).
Pikiran tentang watak Ketuhanan sampai saat ini memiliki dua jarak pokok, yaitu: Jarak pertama, di mana menggambarkan Tuhan mereka berbentuk manusia. Wujud manusia Tuhan ini meminta kepada pemeluk-pemeluknya tentang suatu ketaatan dan kesetiaan yang sungguh-sungguh. Titik pandangan semacam ini tentang watak Tuhan menurut Yahudi yang berbentuk manusia tidak ada perbedaan antara orang pandai dan orang bodoh, baik dahulu maupun sekarang. Yahudi tidak pernah menggambarkan Tuhannya dalam bentuk yang bersih dari simbolisasi manusia hingga mereka memandang hal ini sebuah hakikat jiwa yang mutlak, maka meskipun pikiran tentang Tuhan bagi mereka berkembang dari Tuhan perang untuk Israel kepada Tuhan Yang Maha Esa yang hak untuk sesama manusia dan alam semesta, namun pikiran lama Yahudi tentang diri Tuhan yang angkuh dan dengki itu tetap melekat pada akal dan batin mereka. Keesaan Tuhan Yahudi tidak bersifat metafisika atau sistem gaib melainkan bersifat abstrak atau dalam bentuk dan hakikat manusia. Jarak kedua di mana ada unsur penting dalam sifat kekal di tengah-tengah perkembangan Tuhan Yahudi “Jehovah”. Pengertian ini tetap ada di berbagai perubahan pokok yang menimpa watak Jehovah tetapi perubahan-perubahan tersebut berbeda-beda menurut perbedaan masa (Shibel, 1970: 24-25). 
Perubahan-perubahan besar terjadi mulai pada masa Nabi Amos sampai generasi Isaiah ke II. Pada periode ini muncul pengertian yang mengatakan bahwa pengetahuan adalah hasil kesungguhan. Masa ini memiliki ciri peralihan kreatif bagi pandangan kerohanian dan kehidupan Israel dan Judea. Tuhan Yahudi tidak bersifat Tuhan kesuburan dan pertumbuhan karena Yahudi turun dari Padang Pasir Arab.
Pada era 40-an Yahudi memiliki sistem pertanian yang paling Canggih di Timur Tengah dan menguasai perekonomian dunia. Hal ini dilatar belakangi oleh sistem pendidikannya yang luar biasa. Sejak zaman Musa tradisi mendidik anak sudah menjadi tradisi keagamaan Yahudi dan tradisi ini tidak hanya dipelihara, tetapi juga dikembangkan. Pendidikan merupakan hal yang sangat dihargai di kalangan Yahudi bahkan sebelum berkembangnya filsafat-filsafat modern di Yunani. Sistematika pendidikan Yahudi sejak dulu sudah sangat luar biasa. Pada abad pertama Masehi, memiliki Beth Sefer (sekolah dasar) dan Beth Midrash (sekolah lanjutan). Murid-murid diajarkan untuk menguasai Tora dan tradisi-tradisi lisan. Biasanya pendidikan formal baru berakhir pada usia dua puluh atau tiga puluh tahun, namun beberapa pelajar yang dianggap mendapat karunia tertentu akan tetap melanjutkan pendidikannya di Beth Midrash dan merekalah yang nantinya akan menjadi seorang Rabbi. Dalam Yahudi antara pendidikan dan ibadah tidak dipisahkan karena keduanya dianggap sama sederajat bahkan dalam sebuah Talmud Babylonia disebutkan bahwa belajar Tora merupakan bentuk ibadah yang paling tinggi.
Kitab Tora sendiri memiliki beberapa tingkatan, pertama adalah tingkatan sepuluh tahun untuk Tora Lisan (Oral Tora), kedua adalah tiga belas tahun untuk Bar Mitswa, lima belas tahun untuk halakhot (keputusan rabirik yang bersifat legal), delapan belas tahun untuk pernikahan, dua puluh tahun untuk mencari kerja, dan tiga puluh tahun untuk memasuki masa dewasa penuh.
Yahudi sebagai bangsa yang adigdaya memiliki sebuah kunci keberhasilan dalam menjalankan misinya. Rumus mereka adalah dalam hal pendidikan. Penanaman nilai-nilai Yahudi adalah kunci dalam mengokohkan identitas diri bangsa Yahudi sehingga dari bangsa yang kecil menjadi besar dan memiliki arti penting dalam menguasai dunia saat ini. Di tengah sekularisasi dunia, Yahudi tampil dalam semangat militanisme yang terinternalisasi baik dalam kehidupan mereka. Bagi Yahudi kitab suci umat Islam Alquran hanya menjadi kitab suci berdebu bagi orang Islam sedangkan Taurat adalah segala-galanya rujukan dalam menjalankan ritme kehidupan. Pengajaran Taurat adalah tentang bagaimana mengajari seorang individu Yahudi berperilaku yang benar yang dimulai dari bagaimana mereka mampu mengurus diri sendiri, peduli terhadap sesama Yahudi, memiliki kepedulian tentang arti perjuangan, dan pembinaan terhadap generasi mendatang. Seorang Yahudi harus mendekatkan diri kepada ajaran agamanya. Pendidikan Yahudi tidak akan lepas pada tiga hal yang mutlak harus dimiliki seorang keluarga Yahudi, yakni bagaimana pelajaran Taurat harus diberikan kepada anak, bagaimana menciptakan sebuah masyarakat Yahudi di sekitar keluarga, dan kesinambungan dalam menjalankan ibadah agama. Hal ini berjalan baik di Israel. Selain itu Yahudi juga mempertahankan gen keturunannya agar tidak rusak. Mereka mengharamkan merokok karena asap rokok dapat merusak gen-nya, seperti dapat menjadikan keturunannya bodoh atau dungu. Meski penghasil rokok terbesar di dunia adalah bangsa Yahudi, namun yang menjadi konsumen bukan dari bangsa Yahudi sedangkan umat Islam berbeda dengan Yahudi, Islam justru meninggalkan pilar asasi kepada anak, yakni pendidikan Tauhid dan Alquran.
Para orang tua bangsa Yahudi mengajarkan pendidikan kejahatan kepada anak-anaknya sudah sejak dini, misalnya dalam belajar matematika. Orang tua Yahudi mengajarkan “jika di sudut sana ada 5 anak Palestina, lalu kamu tembak 3 anak itu, maka berapa anak Palestina yang tersisa”. Selain itu orang Yahudi juga mengajarkan anak-anak Yahudi dengan beragam persenjataan militer untuk membunuh orang muslim Palestina. Banyak dokumentasi yang dipublikasikan oleh sejumlah kantor berita internasional menunjukkan para orang tua dan didukung militer Yahudi mengajarkan kepada anak-anak Yahudi menggunakan senjata militer. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi membunuh dan menjajah telah ditanamkan sejak dini dalam darah bangsa Zionis-Yahudi, sebagaimana disebutkan dalam kitab suci Yahudi, yakni kitab Talmud yang mengajarkan bahwa bangsa-bangsa non Yahudi atau Ghoyim adalah binatang yang layak untuk dibunuh oleh kaum Yahudi. Bahkan dalam perang Israel dengan Libanon tahun 2006 lalu, rudal-rudal Yahudi membunuh ratusan warga sipil Libanon di mana rudal-rudal itu ditempeli dengan surat-surat ancaman kematian yang ditulis oleh anak-anak Zionis-Yahudi (http://islampos.com).
Hal positif yang dapat diambil dari tradisi pendidikan Yahudi yang pertama adalah anggapan bahwa pendidikan itu setara dengan ibadah, kedua adalah moral yang dianggap baik sebagai buah dari pendidikan yang matang, ketiga adalah pendidikan keluarga sebagai awal pendidikan, keempat adalah pembekalan anak secara sistematis, kelima adalah keyakinan bahwa bukan kemampuan manusia yang dapat menggali kedalaman ilmu, tetapi Allah yang menyatakannya dalam banyak cara dan tugas manusia adalah mencari tahu kenyataan tersebut, keenam adalah sistem pendidikan itu sendiri yang berlangsung secara dinamis serta terbuka terhadap dunia luar.  
2.3 Pengaruh Islam dan Yahudi Terhadap Bangsa Indonesia
2.3.1 Islam dan Masyarakat Indonesia   
            Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke 7 M. daerah yang pertama kali didatangi adalah daerah pesisir Sumatera, yaitu Kerajaan Pasai. Dalam proses pengislamannya, selanjutnya orang Indonesia ikut mengambil peranan. Adanya Islam di Indonesia telah ikut mencerdaskan masyarakat dan membawa peradaban yang tinggi dan membentuk kepribadian bangsa Indonesia. Masuknya Islam di Indonesia ada yang mengatakan dari India, Persia, dan Arab. Sarana yang digunakan adalah melalui perdagangan, dakwah, perkawinan, pendidikan, dan kesenian. Islam memiliki banyak penganut karena sistem yang dipakai dalam proses Islamisasi adalah sistem keimanan siap pakai, asosiasi Islam dengan kekayaan yang mana yang menyebarkan Islam di Indonesia adalah saudagar-saudagar kaya, orang Islam dipandang memiliki kekuatan dalam berperang. Selain itu Islam juga telah mengenalkan tulisan kepada masyarakat, mengajarkan untuk penghafalan Alquran, tokoh-tokoh Islam mampu menyembuhkan penyakit, misalnya Raja Patani yang masuk Islam karena telah disembuhkan penyakitnya oleh Syaikh Pasai, serta Islam telah mengajarkan tentang moral.
Islam dengan cepat tersebar di Melayu-Indonesia karena ada tiga faktor utama yang ikut mempercepat proses penyebaran Islam di wilayah tersebut. Pertama ajaran Islam menekankan pada prinsip ketauhidan dalam sistem kebudayaan. Ajaran ketauhidan ini identik dengan liberasi atau pembebasan. Hal ini memberikan pegangan yang kuat bagi para pemeluknya untuk membebaskan diri dari ikatan kekuatan apapun selain Tuhan. Konsekuensi dari ajaran tauhid ini adalah Islam juga mengajarkan prinsip keadilan dan persamaan dalam tata hubungan kemasyarakatan. Kedua adalah fleksibilitas atau daya lentur agama Islam. Dalam pengertian ini bahwa Islam merupakan kodifikasi nilai-nilai universal karena ajaran Islam dapat berhadapan dengan berbagai bentuk dan jenis situasi kemasyarakatan. Watak semacam inilah kehadiran Islam di suatu wilayah tidak langsung merombak tatanan nilai yang telah mapan. Nilai-nilai yang berkembang di masyarakat seperti sabar, rendah hati, mementingkan orang lain, dan sebagainya disubordinasikan ke dalam ajaran Islam, sedangkan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam seperti paganistik, dilakukan Islamisasi secara berangsur-angsur. Ketiga adalah sifat-sifat Islam yang demikian pada gilirannya dipandang oleh masyarakat Indonesia sebagai institusi yang amat dominan melawan kolonialisme bangsa Eropa (Huda, 2007: 43-44).   
(Huda,2007: 280) Salah satu hal yang paling mencolok dalam perkembangan Islam di Indonesia adalah nuansa mistik yang begitu kuat di kalangan muslim. (Huda,2007: 281) Para ahli mistik dari berbagai tradisi keagamaan cenderung menggambarkan langkah-langkah yang membawa kepada ke hadirat Tuhan sebagai “jalan”. Menurut Annemarie Schimmel, ada tiga “jalan” yakni dalam agama Kristen dibagi menjadi via purgativa, via contemplativa, dan via illuminativa yang dalam batas-batas tertentu mirip dengan syariat, tarekat, dan hakikat dalam agama Islam. Ketiga konsep tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain. 
Perkembangan Islam di Indonesia sebenarnya menggunakan tiga metode, yakni yang pertama disebarkan oleh para pedagang muslim dalam suasana damai, kedua disebarkan oleh para juru dakwah dan para wali khusus dari India dan Arab untuk mengislamkan penduduk dan meningkatkan ilmu pengetahuan serta keimanan mereka, ketiga disebarkan dengan kekuatan untuk berperang melawan pemerintahan kafir. Metode terakhir inilah terjadi setelah sebuah Kerajaan Islam berdiri di Indonesia di mana kadang-kadang Islam disebarkan dari sana ke kawasan-kawasan lain melalui peperangan (Huda, 2007: 41).
(Hatta, 1957: 16) Islam adalah agama, bukan ilmu. Sebagai agama Islam tidak dapat langsung memberi isi kepada ilmu. Sumbangan Islam kepada ilmu terdapat pada anjurannya kepada penganut-penganutnyauntuk mempelajari ilmu sebanyak-banyaknya di mana saja dan dari siapa saja. Kaum muslimin diharuskan menuntut kemuliaan hidup dan ketinggian derajat dan untuk mencapai tingkat itu perlu benar-benar ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya maka diharuskan untuk menuntut ilmu. (Hatta, 1957: 19) Islam artinya damai, tidak di dalam ibadatnya saja, juga dalam salamnya orang Islam mengucapkan damai. Damai bagi segala umat manusia dan damai pula hukum yang setinggi-tingginya di dalam Islam. Hanya dunia yang damai berdasarkan persaudaraan antara segala manusia dapat menimbulkan kesejahteraan dan kemakmuran dalam masayarakat. Sebenarnya didikan Islam adalah didikan damai. Islam memimpin ke jalan yang damai, mengajarkan untuk berhati sabar, tetapi semuanya di atas dasar kebenaran dan keadilan, Karena hanya kebenaran dan keadilan yang dapat menimbulkan suasana damai.
Pendidikan agama Islam di Indonesia dengan menggunakan bahasa Arab yang mana merupakan lembaga pendidikan paling penting diantara orang-orang Indonesia khususnya Jawa yang lazim disebut dengan Pesantren (Steenbrink, 1991: 2). Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda hendak melaksanakan satu jenis pendidikan yang berdasarkan pribumi murni secara teratur dan disesuaikan dengan masyarakat desa yang dihubungkan erat pada pendidikan Islam yang sudah ada sebelumnya. Prinsip mereka adalah harus menghormati unsur pribumi dalam masyarakat dan keenggaan menolak kebudayaan asli dalam hubungannya dengan kebudayaan asing yang bercorak barat, namun pada kenyataannya pemerintah kolonial selalu memilih jalan lain daripada menyesuaikan diri dengan pendidikan Islam. Tokoh pertama dari kalangan pegawai kolonial Belanda yang secara penuh bekerja untuk pendidikan masyarakat non-Eropa adalah J.A. Van Der Chijs. Ia menolak untuk menyesuaikan pendidikan Islam yang ada berdasarkan alasan teknis pendidikan. Ia mengatakan bahwa dirinya sangat setuju bila sekolah pribumi diselingi dengan kebiasaan pribumi, akan tetapi ia menolaknya karena kebiasaan tersebut terlalu jelek dan tidak dapat digunakan dalam sekolah pribumi. Kebiasaan tersebut adalah diantaranya adalah metode membaca teks Arab yang hanya dihafal tanpa dimengerti sehingga tradisi didaktis ini tidak dapat dimanfaatkan sebagai titik tolak untuk mengembangkan suatu sistem pendidikan umum. 
Pada saat yang sama beberapa sekolah juga didirikan di Minahasa dan Maluku yang dikelola oleh zending atau Badan penyelenggara penyebaran agama Kristen Protestan dan mendapat subsidi dari pemerintah. Tidak jauh berbeda dengan pendidikan Islam misalnya Pesantren, sekolah ini juga bergerak dalam bidang agama. Dalam perkembangan selanjutnya, sekolah zending akhirnya masuk dalam sistem pendidikan umum pemerintahan. Pelajaran agama sudah mulai dikurangi dan diganti dengan pelajaran umum. Hal ini dapat dilakukan dengan mudah karena adanya kemauan kuat dan dorongan oleh subsidi pemerintah. Sering kali pemerintah turun tangan dan mencampuri masalah pendidikan di sekolah zending, sedangkan dalam pendidikan Islam agak sulit untuk menjalin hubungan dengan pemerintah (Steenbrink, 1991: 6).
Pada awal abad ke 20 M tumbuh keinginan oleh para pemikir untuk membuat sebuah sistem pendidikan umum dan mencari kemungkinan untuk melibatkan pendidikan Islam. Hal ini disebabkan karena pendidikan Islam dibiayai oleh rakyat sendiri sehingga sering mendapat kendala dan bila sistem pendidikan umum dapat terealisasi, maka biaya yang ditanggung rakyat akan lebih murah karena ada subsidi dari pemerintah, tetapi karena alasan politik, penggabungan sistem tersebut tidak terlaksana sebagai akibat konsekuensi logis dari kebijakan pemerintahan Belanda yang tidak ingin campur tangan dengan pendidikan Islam. Sejak saat itu pendidikan Islam mengambil jalan sendiri, lepas dari pemerintahan dan tetap berpegang pada tradisi sendiri tetapi juga terbuka untuk perubahan dalam tradisinya. Semenjak permulaan abad ke 20 M, pendidikan Islam mulai mengembangkan satu model pendidikan sendiri yang terpisah dari sistem pendidikan Belanda dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Sistem pendidikan umum di Indonesia bukanlah timbul akibat penyesuaiannya dengan pendidikan Islam akan tetapi pendidikan Islamlah yang lama-kelamaaan menyesuaikan diri dan masuk ke dalam sistem pendidikan umum. (Steenbrink, 1991: 35) Keadaan  pendidikan Islam pada awal abad ke 20 M, yang pertama yaitu pengajaran Alquran yang mana merupakan pendidikan yang paling sederhana karena hanya dipusatkan pada Alquran. Biasanya dilakukan secara individual di rumah kyai, guru, langgar atau surau. Kedua adalah pengajian kitab yang mana pada umumnya pengajian kitab ini berbeda dengan pengajian Alquran. Kemudian untuk meresapkan jiwa ke-Islaman, pesantren tidak hanya dihormati sebagai tempat belajar, tetapi lebih ditekankan sebagai tempat tinggal yang seluruhnya dipenuhi dan diresapi dengan nilai-nilai agama.
Dalam perkembangannya, Islam di Indonesisa mulai mengenal istilah Islam liberal mulai tahun 1950-an, tetapi mulai berkembang pesat di Indonesia pada tahun 1980-an, yaitu oleh tokoh utama dan sumber rujukan utama komunitas atau jaringan Islam Liberal, Nurcholish Madjid. Namun meskipun Nurcholish sendiri tidak pernah menggunakan istilah Islam Liberal untuk mengembangkan gagasan-gagasan pemikiran Islamnya, tapi ia tidak menentang ide-ide Islam Liberal. Karena itu Islam Liberal sebenarnya tidak berbeda dengan gagasan-gagasan Islam yang dikembangkan oleh Nurcholish Madjid dan kelompoknya, yaitu kelompok Islam yang tidak setuju dengan pemberlakuan syari’at Islam (secara formal oleh negara), kelompok yang getol memperjuangkan sekularisasi, emansipasi wanita, menyamakan agama Islam dengan agama lain (pluralisme teologis), memperjuangkan demokrasi barat dan sejenisnya (Husaini,2002: 2-3).
Menonjolkan azas atau ideologi dari partai-partai dalam falsafah Pancasila di Indonesia sangat ekstrim dan sekarang tinggal memperjuangkan pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Mempertentangkan ideologi atau azas di dalam negeri sebenarnya sudah bukan waktunya lagi. Selama ini pertentangan ideologi atau azas di Indonesia dilator belakangi oleh dua faktor, yakni pertama dalam zaman perjuangan kemerdekaan, aspirasi Islam dan aspirasi Nasionalisme adalah senjata dalam melawan penjajah. Kedua, pembentukan kabinet atau demokrasi parlementer membuat parlemen mempunyai kedudukan yang kuat di mana partai menyalah gunakan kesempatan dengan menonjolkan azas ideologi dan selanjutnya untuk itu dengan sendiri dan atau bersama-sama membina kekuatan atau machtsvorming (Mintaredja, 1972: 55).
Pendidikan Islam di Indonesia yakni pesantren telah mengalami perkembangan. Perubahan-perubahan di dalam tubuh pesantren mempengaruhi kemunculan pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Selain itu pada awal abad ke 20 M, pesantren masih sangat konservatif, belum banyak ilmu-ilmu modern yang diadopsi oleh pesantren. Pendidikan Islam Pesantren juga berperan penting dalam menentukan arah pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia, bahkan sampai sekarang pesantren masih menjadi sentral pendidikan Islam di Indonesia meskipun coraknya sudah berbeda dengan pesantren pada awal abad ke 20 M.
2.3.2 Kebijaksanaan Pemerintah Republik Indonesia dalam bidang pendidikan Islam.
            Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka. Tapi musuh-musuh Indonesia tidak diam, bahkan berusaha untuk menjajah kembali. Pada bulan Oktober 1945 para ulama di Jawa memproklamasikan perang jihad fisabilillah terhadap Belanda (Sekutu). Di tengah-tengah berkorbannya revolusi fisik, pemerintah RI tetap membina pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan pendidikan agama itu secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen P & K (Dep Dik Bud). Oleh karena itu maka dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta). Adapun pembinaan pendidikan agama di sekolah agama ditangani oleh Departemen Agama sendiri.
            Pada tahun 1950 di mana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh Prof. Mahmud Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari Departemen P & K. Hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951. Isinya ialah :
a.       Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar).
b.      Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya di Sumatera, Kalimantan, dan lain-lain), maka pendidikan agama diberikan mulai kelas 1 SR dengan catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
c.       Di Sekolah Lanjut Tingkat Pertama dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
d.      Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua atau walinya.
e.       Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Tehnik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan  tertentu sehubungan dengan berkembangnya cabang ilmu pengetahuan dan perubahan sistem proses belajar dan mengajar. Misalnya tentang materi pendidikan agama diadakan pengintegrasian dan pengelompokan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu (Zuhairini,1997: 147). Usaha-usaha pendidikan agama di masyarakat, yang kelak dikenal dengan pendidikan non-formal, ternyata mampu menyediakan kondisi yang sangat baik dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bagi umat Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih sempurna.
            Sistem pendidikan agama Islam mengalami perubahan sejalan dengan perubahan zaman dan pergeseran kekuasaan di Indonesia. Kejayaan Islam yang mengalami kemunduran sejak jatuhnya Andalusia kini mulai bangkit kembali dengan munculnya gerakan pembaharuan Islam. Sejalan dengan itu pemerintahan jajahan (Belanda) mulai mengenalkan sistem pendidikan formal yang lebih sistematis dan teratur yang mulai menarik kaum muslimin untuk memasukinya. Oleh karena itu sistem pendidikan Islam di surau, langgar dan masjid atau tempat lain yang semacamnya, dipandang sudah tidak memadai lagi dan perlu di perbaharui dan disempurnakan.
            Jadi keinginan untuk membenahi, memperbaharui dan menyempurnakan sistem pendidikan Islam ini disebabkan oleh dua hal, yakni :
a.       Semakin banyaknya kaum muslimin yang bisa menunaikan ibadah haji ke Makkah dan belajar agama di sana, maka setelah pulang kembali ke tanah air Indonesia timbullah keinginan untuk mempraktekkan cara-cara penyelenggaraan pendidikan pengajaran Islam seperti di Makkah, yang pada waktu itu Islam mulai bangkit kembali yang dipelopori oleh Syekh Moh. Abdul, Syekh Moh. Rasyid Rida, dan lain-lain.
b.      Pengaruh sistem pendidikan Barat yang mempunyai program yang lebih terkoordinir dan sistematis yang ternyata telah berhasil mencetak manusia terampil dan terdidik yang semakin jauh dari ajaran Islam.
Dengan membawa pikiran-pikiran baru Islam ke Indonesia dan dalam usaha untuk mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan dan pengajaran, maka orientasi pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia mengalami perubahan. Apabila semula, tujuan pokok dari pendidikan Islam adalah agar anak-anak dapat membaca Al-Qur’an dan mengetahui pokok-pokok ajaran Islam yang perlu dilaksanakan sehari-hari seperti salat, puasa, zakat, dan lain-lain, maka dengan pikiran-pikiran baru ini disamping materi-materi pokok seperti tersebut di atas juga dipentingkan pemberian ilmu alat untuk mempelajari agama Islam dari sumbernya yang asli yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Ilmu alat yang dimaksud adalah bahasa Arab. Dengan menguasai bahasa Arab orang akan dapat menggali ajaran-ajaran Islam dari sumbernya, sehingga dapat mengembangkan agama Islam dengan cara yang lebih baik. Realisasi dari keinginan-keinginan ini diperkuat adanya kenyataan bahwa penyelenggaraan pendidikan menurut sistem sekolah seperti sistem Barat akan memberi hasil yang lebih baik. Justru itulah mulai diadakan usaha-usaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada. Pendidikan Islam di surau, langgar, masjid atau tempat-tempat lain yang semacamnya disempurnakan menjadi madrasah, pondok pesantren atau lembaga-lembaga pendidikan yang berdasarkan keagamaan.
Dalam perkembangannya sistem madrasah ini dibedakan menjadi dua macam yaitu madrasah yang khusus memberi pendidikan dan pengajaran agama disebut Madrasah Diniyah, dan madrasah yang di samping memberikan pendidikan dan pengajaran agama juga memberi pelajaran umum. Untuk tingkat dasar disebut Madrasah Ibtida’iyah. Untuk tingkat menengah pertama disebut Madrasah Sanawiyah dan untuk tingkat menengah atas disebut Madrasah Aliyah. Sejalan dengan makin meningkatnya akan kebutuhan pendidikan dan pengajaran agama Islam, maka muncul pula lembaga-lembaga pendidikan formal yang berdasarkan keagamaan, di mana pendidikan agama merupakan program yang pokok, misalnya SMP Islam, SKP Islam, SPG Islam dan sebagainya.
Demikian pula setelah kita berhasil merebut kemerdekaan dan kita telah merdeka, pemerintah Indonesiapun sangat memperhatikan tumbuhnya pendidikan agama Islam. Dalam hal ini pendidikan agama Islam dijadikan salah satu bidang studi yang diintegrasikan dalam kurikulum sekolah. Dan pada waktu ini semua lembaga-lembaga pendidikan agama, baik formal, informal dan non formal berjalan dan berkembang terus, dan khusus mengenai pendidikan agama di sekolah, MPR telah menetapkan dalam GBHN bahwa pendidikan agama dimasukkan dalam kurikulum sekolah sejak dari sekolah dasar sampai universitas negeri.
2.3.3 Pengaruh Yahudi di Indonesia
            Terdapat komunitas kecil Yahudi yang tidak diakui di Jakarta dan Surabaya. Pendirian Yahudi awal di Indonesia ini berasal dari Yahudi Belanda dan Jerman yang tinggal di Jakarta yang mana pada waktu itu masih disebut Batavia yang datang untuk berdagang rempah-rempah. Konon, bangsa Yahudi sudah ada di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda. Menurut Alwi pada tahun 1930-an dan 1940-an, jumlah orang Yahudi cukup banyak di Jakarta, bahkan bisa mencapai ratusan orang. Mereka pandai berbahasa Arab sehingga sering dikira sebagai keturunan Arab, dan bahkan Gubernur Jenderal Belanda, Residen, dan Asisten Residen Belanda di Indonesia banyak yang keturunan Yahudi, misalnya Gubernur Jenderal AWL Tjandra van Starkemborgh Stachouwer (1936-1942). Zionis-Yahudi mengakar kuat di Indonesia melalui antek-antek yang ada di Indonesia. Mereka berhasil menguasai sector ekonomi terutama di bidang perbankan dan memasuki budaya Indonesia. Zionis-Yahudi merupakan gerakan tertutup dan aktivitas mereka berkedok pada kegiatan sosial atau kemanusiaan dan sasaran yang dituju adalah untuk merusak kaum lain.(http://www.akhirzaman).
            Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno, hak penganut Yahudi sempat disamakan dengan agama lainnya, seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, dan Budha. Bahkan melalui keputusan Menteri Agraria yang dirilis pada tahun 1961 menyatakan bahwa beliau mengakui kaum agama Israelit (sebutan kaum agama Yahudi pada masa itu) diakui sebagai agama resmi di Indonesia. Tidak banyak yang mengetahui juga bahwa 10 November 1945 juga telah melahirkan seorang pejuang yang berasal dari bangsa Yahudi Surabaya, yakni Charles Mussry.
Bangsa Yahudi yang selalu mementingkan pendidikan. Pendididkan tidak hanya terbatas pada kegiatan di kelas seperti mendengarkan, mencatat, dan menghafal, tetapi juga dengan kegiatan yang lain yang mana pendidikan itu dimulai dari dalam kandungan, seperti membiasakan diri untuk mengerjakan soal, mencintai sains, ilmu eksakta, musik, dan kegiatan lain yang dapat berarti untuk menghargai pendidikan, misalnya adalah dalam hal ketelitian tentang makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Memilah-milah bagian makanan ketika menyantap ikan. Hal ini dirasa penting untuk kebaikannya sendiri. Saat ini Indonesia juga belajar  melakukan apa yang dilakukan oleh orang Yahudi dalam hal makanan karena hal tersebut juga memberi dampak yang positif terhadap tubuh. 
            Terdapat beberapa  institusi di Asia tenggara khususnya Indonesia yang menjadi pilar utama jaringan Amerika Serikat. Institusi-institusi yang terdiri dari berbagai Ormas Islam dijadikan target oleh jejaring Amerika Serikat di Indonesia, baik melalui aparat pemerintah maupun aktivis LSM. Organisasi lain yang dianggap cukup mapan adalah Jaringan Islam Liberal. Lembaga pendidikan dianggap sebagai kunci dalam pengembangan liberalisme, yaitu melalui Pesantren dan Madrasah yang banyak tersebar di Indonesia.  Selain itu juga berbagai Universitas Negeri Islam dan Universitas lain yang berada di bawah naungan Ormas Islam juga disusupi oleh para antek Zionis dan Amerika. Mereka mengadakan pertemuan-pertemuan rutin di Amerika Serikat  dengan mengundang beberapa aktivis dan cendekiawan dari Indonesia dan sering kali mereka yang telah direkrut tersebut sering kali dijamu makan malam di Capitol Hill yaitu Gedung Kongres Amerika Serikat dan kadang di jamu di Gedung Putih, kantor Presiden Amerika Serikat.
            Selain itu media massa juga memiliki pengaruh, salah satunya adalah jaringan Radio Islam dengan tajuk Liberal Religion and Tolerance yang telah dikelola oleh Kantor Berita Radio 68 H milik Goenawan Mohammad, seorang jurnalis senior yang juga pemilik Majalah Tempo yang pernah mendapat penghargaan dua kali dari Israel. Transkrip dialog radio ini telah dipublikasikan di jaringan Jawa Pos Group dan sindikatnya.
            Saat ini pengaruh Zionis di Indonesia dapat dilihat juga misalnya pada pemerintahan SBY. Selain itu pemerintahan SBY telah membawa misi Zionis-Yahudi seperti adanya privatisasi BUMN, adu domba antar pemimpin masyarakat dalam kasus bailout Bank Century dan kasus Antasari Azhar. Hal ini dimaksudkan agar NKRI pecah sehingga sumber daya alam yang berupa barang tambang dapat dikuasai oleh antek-antek Zionis-Yahudi. Selain itu juga banyak dijumpai lambang-lambang Yahudi di Indonesia seperti mata satu sebagai lambang ICW, Bintang Daud di Gedung Kementrian Keuangan, Jangka, Huruf G pada GlobalTV, dan mungkin masih banyak lagi yang tanpa kita sadari itu adalah lambang dari Yahudi. Selain lambang, tanpa disadari juga bahwa masyarakat Indonesia telah banyak membeli dan mengkonsumsi barang dan makanan produk dari bangsa Yahudi, dengan demikian sangatlah besar pengaruh Yahudi dalam berbagai bidang.   
           








BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan
1.   Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang membiasakan masyarakatnya untuk menggali, memahami, dan mengamalkan terhadap semua nilai yang telah disepakati. Pendidikan Islam berawal dari kebudayaan Islam yang lahir atas dasar yang bertolak belakang dengan dasar kebudayaan Barat. Islam lahir atas dasar rohani yang mengajak manusia supaya pertama kali dapat menyadari hubungannya dengan alam dan tempatnya dalam alam ini dengan sebaik-baiknya. Islam mengajarkan tentang moral atau akhlak, surga dan neraka.
2.   Hal positif yang dapat diambil dari tradisi pendidikan Yahudi yang pertama adalah anggapan bahwa pendidikan itu setara dengan ibadah, kedua adalah moral yang dianggap baik sebagai buah dari pendidikan yang matang, ketiga adalah pendidikan keluarga sebagai awal pendidikan, keempat adalah pembekalan anak secara sistematis, kelima adalah keyakinan bahwa bukan kemampuan manusia yang dapat menggali kedalaman ilmu, tetapi Allah yang menyatakannya dalam banyak cara dan tugas manusia adalah mencari tahu kenyataan tersebut, keenam adalah system pendidikan itu sendiri yang berlangsung secara dinamis serta terbuka terhadap dunia luar.  
3.   Pengaruh Islam dan Yahudi di Indonesia sangat besar, hanya saja yang membedakan dua agama ini adalah, Islam merupakan agama yang terbuka (dalam arti) melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan dan tidak berkedok apapun untuk mencapai cita-citanya, sedangkan Yahudi merupakan agama yang tertutup (dalam arti) melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan dan sering kali berkedok kemanusiaan untuk menjalankan misinya.  
3.2     Saran
Sebagai penerus bangsa Indonesia yang terpelajar dan terdidik, kita harus mampu membangun bangsa, mengisi pembangunan bangsa dengan cara yang bermoral. Selalu berusaha untuk mengutamakan kepentingan orang banyak, berhati-hati dalam setiap mengambil tindakan. Pengaruh kebudayaan dari luar hendaknya disaring dan disesuaikan dengan kepribadian bangsa Indonesia, karena setiap pengaruh kebudayaan dari luar yang masuk ke Indonesia akan mempengaruhi terhadap karakter anak bangsa.









  

DAFTAR RUJUKAN

Buku:
Haekal, Muhammad Husain. Tanpa tahun. Sejarah Hidup Muhammad.
Hatta, Muhammad. 1955. Islam Masyarakat Demokrasi dan Perdamaian. Jakarta: Tintamas.
Husaini, Adian dan Nuim Hidayat. 2002. Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabannya. Jakarta: Gema Insani.
Karel, A. Steenbrink. 1991. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES. 
Mintaredja, Moh. Syafa’at. 1972. Sebuah Renungan dan Pembaharuan Pemikiran: Islam dan Politik Islam dan Negara di Indonesia. Jakarta: Embassy Of The United Arab Republic Jakarta.
Nor, Huda. 2007. Islam Nusantara, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Yogyakarta: Ar Ruz Media.
Shibel, Fuad Muhammad. 1970. Masalah Yahudi Internasional. Jakarta: Buton Bintara.
Soeroto. 1954. Indonesia di Tengah-tengah Dunia dari Abad ke Abad. Djambatan.
Zuhairini,dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Internet:
Fatkhullah, Mukhammad. 2012. Belajar dari Bangsa Yahudi : Apa itu Pendidikan, Memulai, dan Memilah. (Online) (http://aspirasiku.com/2012/07/30/belajar-dari-bangsa-yahudi-apa-itu-pendidikan-memulai-dan-memilah/). Kamis, 20 September 2012.
N.N. 2012. Agama di Indonesia. (Online) (http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia).  Kamis, 20 September 2012.
N.N. 2012. Jaringan Yahudi di Indonesia Sudah Ada Sejak Zaman VOC. (Online) (http://www.akhirzaman.info/secret-societies/101-the-builders/1792-jaringan-yahudi-di-indonesia-sudah-ada-sejak-zaman-voc.html). Kamis, 20 September 2012.
Ratna. 2012. Anak-anak Yahudi Belajar Pendidikan Kejahatan. (Online) (http://islampos.com/anak-anak-yahudi-belajar-pendidikan-kejahatan/) Kamis, 20 September 2012.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar