BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kedisiplinan Belajar dapat ditanamkan kepada
siswa-siswi melalui beberapa pembelajaran di kelas. Pilihan pembelajaran atau
model pembelajaran merupakan bagian yang penting dan membutuhkan kejelian serta
inovasi guru dalam proses transformasi ilmu pengetahuan atau nilai-nilai. Pada dasarnya manusia membutuhkan
pendidikan dalam kehidupannya, baik pendidikan formal maupun pendidikan
non-formal, agar dengan pendidikan potensi dirinya dapat berkembang melalui
proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan dilakukan oleh masyarakat.
Lahirnya generasi baru yang cerdas dan handal adalah suatu keharusan bagi suatu
bangsa, para pendidik (guru)
serta orang tua.
Upaya meningkatkan aktivitas belajar murid merupakan
tantangan yang selalu dihadapi oleh setiap orang yang berkecimpung dalam
propesi keguruan dan pendidikan. Banyak upaya yang telah dilakukan dan banyak
pula keberhasilan yang telah dicapai, meslipun keberhasilan itu belum
sepenuhnya memberuikan kepuasan bagi masyarakat dan para pendidik, sehingga
sangat menuntut renungan, pemikiran dan kerja keras orang-orang yang
berkecimpung di dunia pendidkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Proses dan pemecahan masalah
pembelajaran di kelas dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya melalui
diskusi kelas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, Inquiry dan
metode-pembelajaran lain. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk dapat
membawa dirinya sebagai agen pembawa informasi dengan baik. Guru yang kreatif
selalu mencari pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada
cara tertentu yang monoton. Untuk melaksanakan proses pebelajaran perlu
dipikirkan pembelajaran pembelajaran yang tepat. Pemilihan pembelajaran
disamping harus disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran juga
ditetapkan dengan melihat kegiatan yang akan dilakukan, pembelajaran
pembelajaran sangat beraneka ragam, guru dapat memilih pembelajaran
pembelajaran yang efektif untuk mengantarkan murid mencapai tujuan.
Bermain
peran pada prinsipnya merupakan pembelajaran untuk menghadirkan peran-peran
yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas atau
pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta
memberikan penilaian terhadap. Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan
masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran atau alternatif
pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Pembelajaran ini lebih
menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam pertunjukan, dan bukan pada
kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
Karena
fenomena itulah maka perlu adanya pengkajian lebih lanjut yang bertujuan untuk
membahas apa dan bagaiman metode pembelajaran role play atau bermain peran,
serta aplikasinya jika diterapkan dalam pembelajaran sejarah. Agar lebih
memahami tentang metode pembelajaran role play atau bermain peran, maka
pemberian judul makalah ini adalah “Metode Pembelajaran Role Play”.
1.2
Rumusan Masalah
Dalam
penulisan makalah ini, terdapat beberapa
rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan. Adapun rumusan masalah yang
telah ditetapkan adalah :
1. Bagaimana
pengertian dari metode pembelajaran Role Play?
2. Bagaimana
kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran Role Play secara umum?
3. Bagaimana
kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran Role play jika diterapkan pada
pembelajaran sejarah?
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan yang ingin di capai dari penulisan makalah ini adalah untuk menjawab
rumusan masalah diatas, yakni:
1. Mendiskripsikan
pengertian dari metode pembelajaran Role Play.
2. Mendiskripsikan
kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran Role Play secara umum.
3. Mendeskripsikan
kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran Role play jika diterapkan pada
pembelajaran sejarah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pembelajaran Role Play
2.1.1
Pengertian Metode Pembelajaran Role Play
Role playing adalah
sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus
melibatkan unsur senang. Dalam role playing murid dikondisikan pada
situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam
kelas, dengan menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, role Playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk
aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar
kelas dan memainkan peran orang lain. Dalam role playing murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran,
secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam
bahasa Inggris) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif
dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (http://www.dedenbinladen.web.id).
Sementara itu, sesuai dengan pengalaman
penelitian sejenis yang telah dilakukan, manfaat yang dapat diambil dari role playing adalah: Pertama, role playing dapat memberikan
semacam hidden practise, dimana
murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan
sedang mereka pelajari. Kedua, role
playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk
kelas besar. Ketiga, role playing dapat
memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan
bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa.
2.1.2
Langkah-langkah Pembelajaran
Role Play
Syaiful Imran (2009) www.ipotes.com,
menjelaskan langkah-langkah role
playing atau bermain peran, yaitu : (1) Guru menyusun atau menyiapkan
skenario yang akan ditampilkan, (2) menunjuk beberapa murid untuk mempelajari
skenario dalam waktu beberapa hari sebelum kegiatan belajar,
(3) guru membentuk kelompok murid yang anggotanya 5 orang, (4) memberikan
penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai, (5) memanggil para murid yang
sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan, (6)
masing-masing murid berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang
diperagakan, (7) setelah selesai ditampilkan, masing-masing murid diberikan
lembar kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok, (8)
masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya, dan (9) guru
memberikan kesimpulan secara umum.
2.1.3
Tujuan Pembelajaran
Role Play
Menurut Zuhaerini (1983:56), model ini
digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk: (a) menerangkan suatu peristiwa
yang di dalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik
lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan
dapat dihayati oleh anak; (b) melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan
masalah-masalah sosial-psikologis; dan (c) melatih anak-anak agar mereka dapat
bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta
masalahnya.
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa
penggunaan model ini dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan. Ada empat asumsi yang mendasari model ini memiliki kedudukan yang
sejajar dengan model-model pengajaran lainnya. Keempat asumsi tersebut ialah:
Pertama, secara implisit bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan
pengalaman dengan menekankan dimensi “di sini dan kini” sebagai isi pengajaran.
Kedua, bermain peran memberikan kemungkinan kepada para murid untuk
mengungkapkan perasaan-perasaannya yang tak dapat mereka kenali tanpa bercermin
kepada orang lain. Ketiga, model ini mengasumsikan bahwa emosi dan ide-ide
dapat diangkat ke taraf kesadaran untuk kemudian ditingkatkan melalui proses
kelompok. Keempat, model mengajar ini mengasumsikan bahwa proses-proses
psikologis yang tersembunyi berupa sikap-sikap nilai-nilai, perasaan-perasaan
dan sistem keyakinan dapat diangkat ke taraf kesadaran melalui kombinasi
pemeranan secara spontan dan analisisnya.
Mudairin (2009: 4) menjelaskan bahwa untuk
dapat mengukur sejauh mana bermain peran
memberikan manfaat kepada pemeran dan pengamatnya ditentukan oleh tiga hal,
yakni (1) kualitas pemeranan; (2) analisis yang dilakukan melalui diskusi
setelah pemeranan; (3) persepsi murid terhadap peran yang ditampilkan
dibandingkan dengan situasi nyata dalam kehidupan. Pembelajaran dengan model role play dilaksanakan
menjadi beberapa tahap, yaitu sebagai berikut: (1) tahap memotivasi kelompok;
(2) memilih pemeran; (3) menyiapkan pengamat; (4) menyiapkan tahap-tahap
permainan peran; (5) pemeranan; (6) diskusi dan evaluasi; (7) pemeranan ulang;
(8) diskusi dan evaluasi kedua; (9) membagi pengalaman dan menarik
generalisasi.
2.2.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Role Play Secara Umum
2.2.1.
Kelebihan dari Metode Pembelajaran Role Play Secara Umum
Metode role playing atau bermain peran,
banyak melibatkan siswa dan membuat siswa menjadi senang belajar. Menurut Adorn
dan Mbirirnujo, metode bermain peran mempunyai nilai tambah, yang pertama,
dapat menjamin jika seluruh siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan
untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerja sama hingga berhasil, dan kedua ,
permahaman merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. Butir yang
kedua inilah yang menjadi dasar dalam bermain peran, yang menyatakan bahwa
anak-anak dapat belajar dengan baik pada saat pelajaran tersebut dapat
menyenangkan. Menurut Kristiani, dengan menerapkan metode bermain peran akan
terjadi suasana yang menggembirakan bagi siswa selama mereka belajar metode
role playing dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang
sedang dipelajari (Marrah, 2010).
Selain memiliki nilai tamabah,
metode role playing ini juga memiliki banyak kelebihan. Siswa bebas mengambil
keputusan dan berekspresi secara utuh. Permainan merupakan penemuan yang mudah
dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda. Guru dapat
mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan
permainan. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.
Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan,
metode role playing juga sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas
menjadi dinamis dan penuh antusias. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme
dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial
yang tinggi. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan
dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan
siswa sendiri. Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan
dapat menumbuhkan atau membuka kesempatan bagi lapangan kerja (Widyatun, 2012).
Selain itu, metode role playing juga dapat melatih daya imajinasi
siswa (wordpress, 2011). Memberikan kesempatan kepada anak didik
untuk berlatih kemampuan verbal dengan mempraktikkan apa yang telah mereka
pelajari. Mempelajari perasaan baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat
terhadap sebuah peristiwa yang terjadi dalam sebuah tatanan sosial. Belajar
memberikan pandangan terhadap suatu tingkah laku dan nilai utamanya yang
berkenaan dengan hubungan antar manusia. Mengembangkan keberanian dan percaya
diri peserta didik dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah. Meningkatkan
gairah peserta didik dalam pembelajaran (Khoiri, 2011).
2.3.1. Bagaimana
Kelemahan dari Metode Pembelajaran Role Play Secara Umum
Hakekatnya sebuah ilmu yang
tercipta oleh manusia tidak ada yang sempurna,semua ilmu ada kelebihan dan
kekurangan. Jika kita melihat metode Role Playing dalam dalam cakupan cara
dalam prooses mengajar dan belajar dalam lingkup pendidikan tentunya selain
kelebihan terdapat kelemahan. Kelemahan metode role palying antara lain, metode
bermain peranan memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak. Memerlukan
kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini
tidak semua guru memilikinya. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran
merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu. Apabila pelaksanaan
sosiodrama dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi
kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.
Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini (Widyatun,
2012).
Metode role playing juga menimbulkan
kegaduhan sehingga terkadang menyebabkan kelas yang lain merasa terganggu,
dibutuhkan keteampilan guru dalam mengelolah permainan, siswa kurang maksimal
atau menghayati peran yang dilakoninya, membutuhkan banyak waktu untuk
melakukan persiapan danam bermain peran, dan dibutuhkan kecakapan bahasa yang
baik dari siswa (Marrah, 2010). Pengalaman pembelajaran yang dicapai terkadang
tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Apabila pengelolaan kelas kurang
baik maka metode ini sering menjadi hiburan sehingga tujuan pembelajaran tidak
tercapai. Memakan banyak waktu. Faktor psikilogis seperti takut dan malu sering
mempengaruhi peserta didik dalam menjalankan peran mereka (Khoiri, 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar